Sabtu, 19 Desember 2009

Kepuasaan Kerja

1. Pengertian
• Newstrom : mengemukakan bahwa “job satisfaction is the favorableness or unfavorableness with employes view their work”. Kepuasan kerja berarti perasaan mendukung atau tidak mendukung yang dialami [pegawai] dalam bekerja
• Wexley dan Yukl : mengartikan kepuasan kerja sebagai “the way an employee feels about his or her job”. Artinya bahwa kepuasan kerja adalah cara pegawai merasakan dirinya atau pekerjaannya. dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan yang menyokong atau tidak menyokong dalam diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaan maupun kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upaya, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lain, penempatan kerja, dan struktur organisasi. Sementara itu, perasaan yang berhubungan dengan dirinya antara lain berupa umur, kondisi kesehatan, kemampuan dan pendidikan.
• Handoko : Keadaan emosional yang menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini dampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
• Stephen Robins : Kepuasan itu terjadi apabila kebutuhan-kebutuhan individu sudah terpenuhi dan terkait dengan derajat kesukaan dan ketidaksukaan dikaitkan dengan Pegawai; merupakan sikap umum yang dimiliki oleh Pegawai yang erat kaitannya dengan imbalan-imbalan yang mereka yakini akan mereka terima setelah melakukan sebuah pengorbanan. Apabila dilihat dari pendapat Robin tersebut terkandung dua dimensi, pertama, kepuasan yang dirasakan individu yang titik beratnya individu anggota masyarakat, dimensi lain adalah kepuasan yang merupakan sikap umum yang dimiliki oleh pegawai
• Howell dan Dipboye : memandag kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya. Dengan kata lain kepuasan kerja mencerminkan sikap tenaga kerja terhadap pekerjaannya.
1. 2. Teori-Teori Kepuasan Kerja
• Teori Pertentangan (Discrepancy Theory)
Teori pertentangan dari Locke menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan terhadap beberapa aspek dari pekerjaan mencerminkan penimbangan dua nilai:
a) Pertentangan yang dipersepsikan antara apa yang diinginkan seseorang individu dengan apa yang ia terima
b) Pentingnya apa yang diinginkan bagi individu. Kepuasan kerja secara keseluruhan bagi seorang individu adalah jumlah dari kepuasan kerja dari setiap aspek pekerjaan dikalikan dengan derajat pentingnya aspek pekerjaan bagi individu. Misalnya untuk seorang tenaga kerja, satu aspek dari pekerjaannya (misalnya: peluang untuk maju) sangat penting, sangat penting dari aspek-aspek pekerjaan lain (misalnya: penghargaan), maka untuk tenaga kerja tersebut kemajuan harus dibobot lebih tinggi daripada penghargaan.
Menurut Locke seseorang individu akan merasa puas atau tidak puas merupakan sesuatu yang pribadi, tergantung bagaimana ia mempersepsikan adanya kesesuaian atau pertentangan antara keinginan-keinginannya dan hasil-keluarannya. Tambahan waktu libur akan menunjang kepuasan tenaga kerja yang menikmati waktu luang setelah bekerja, tetapi tidak akan menunjang kepuasan kerja seorang tenaga kerja lain yang merasa waktu luangnya tidak dapat dinikmati. Contohnya, seorang yang berkepribadian tipe A atau seseorang workaholic tidak akan senang jika mendapat waktu libur tambahan.
• Model dari Kepuasan Bidang / Bagian (Facet Satisfaction)
Menurut model Lawler orang akan puas dengan bidanga tertentu dari pekerjaan mereka (misalnya dengan rekan kerja, atasan, gaji) jika jumlah dari bidang mereka persepsikan harus mereka terima untuk melaksanakan kerja mereka sama dengan jumlah yang mereka persepsikan dari yang secara actual mereka terima.
Untuk menentukan tingkat kepuasan kerja tenaga kerja, Lawler memberikan nilai bobot kepada setiap bidang sesuai dengan nilai pentingnya bagi individu, ia kemudian mengkombinasikan semua skor kepuasan bidang yang dibobot ke dalam satu skor total
• Teori Proses-Bertentangan (Opponent-Process Theory)
Teori proses-bertentangan dari Landy memandang kepuasan kerja dari perspektif yang berbeda secara mendasar daripada pendekatan yang lain. Teori ini menkankan bahwa orang ingin mempertahankan suatu keseimbangan emosional (emotional equilibrium).
Teori ini mengasumsikan bahwa kondisi emosional yang ekstrim tidak memberikan kemaslahatan. Kepuasan atau ketidakpuasan kerja (dengan emosi yang berhubungan) memacu mekanisme fisiologikal dalam system pusat saraf yang membuat aktif emosi yang bertentangan atau berlawanan. Dihipotesiskan bahwa emosi yang berlawanan, meskipun lebih lemah dari emosi yang asli, akan terus ada dalam jangka waktu yang lebih lama.
Teori ini menyatakan bahwa jika orang memperoleh ganjaran pada pekerjaan mereka merasa senang, sekaligus ada rasa tidak senang (yang tidak lemah). Setelah beberapa saat rasa senangmenurun dan dapat menurun sedemikian rupa sehingga orang merasa agak sedih sebelum kembali ke normal. Ini demikian karena emosi tidak-senang (emosi yang berlawanan) berlangsung lebih lama.
3. Faktor-Faktor Penentu Kepuasan Kerja
• Ciri-ciri Intrinsik Pekerjaan
Menurut Locke, cirri-ciri intrinsic dari pekerjaan yang menentukan kepuasan kerja ialah keragaman, jumlah pekerjaan, tanggung jawab, otonomi, kendali terhadap metode kerja, kemajemukan, dan kreativitas. Pekerjaan yang menuntut kecakapan yang lebih tinggi daripada yang dimiliki tenaga kerja, atau tuntutan pibadi yang tidak dapat dipenuhi tenaga kerja akan menimbulkan frustrasi dan akhirnya ketidakpuasan kerja.
Berdasarkan survey diagnostic pekerjaan diperoleh hasil tentang lima cirri yang memperlihatkan kaitannya dengan kepuasan kerja untuk berbagai macam pekerjaan. Ciri-ciri tersebut adalah:
1. Keragaman keterampilan. Banyak raga keterampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam keterampilan yang digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan.
2. Jati diri tugas (task identity). Sejauh mana tugas meruapakn suatu kegiatan keseluruhan yang berarti.
3. Tugas yang penting (task significance). Rasa pentingnya tugas bagi seseorang. Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja.
4. Otonomi. Pekerjaan yang memberikan kebebasan, ketidakgantungan dan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan kerja.
5. Pemberian balikan pada pekerjaan membantu meningktakan tingkat kepuasan kerja.
• Gaji Penghasilan, Imbalan yang Dirasakan Adil (Equittable Reward)
Siegel & Lane mengutip kesimpulan yang diberikan oleh beberapa ahli yang meninjau kembali hasil-hasil penelitian tentang pentingnya gaji sebagai penentu dari kepuasan kerja. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan.
Uang memamng mempunyai arti yang berbeda-beda. Di samping untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tingkat rendah (makanan, perumahan), uang dapat merupakan symbol dari capaian (achievement), keberhasilan dan pengakuan/penghargaan.
Menurut hasil penelitian Adams ialah bahwa orang menerima gaji yang dipersepsikan sebagai terlalu kecil atau terlalu besar akan mengalami distress atau ketidakpuasan.
Herzberg memasukkan factor gaji/imbalan ke dalam factor kelompok Hygiene. Jika dianggap gajinya terlalu rendah, tenaga kerja akan merasa tidak puas. Namun jika dirasakan tinggi atau dirasakan sesuai dengan harapan, maka istilah Hezberg adalah tenaga kerja tidak lagi tidak puas. Artinya tidak adanya dampak pada motivasi kerjanya.
Uang atau imbalan akan mempunyai dampak terhadap motivasi kerjanya jika besarnya imbalan disesuaikan dengan tinggi prestasi kerjanya.
• Penyeliaan
Locke memberikan kerangka kerja teoritis untuk memahami kepuasan tenaga kerja dengan penyeliaan. Ia mengungkapkan dua jenis dari hubungan atasan-bawahan: hubungangan fungsional dan keseluruhan (entity). Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana penyelia membantu tenaga kerja, untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Sedangkan hubungan hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antarpribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa. Menurut Locke, tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan seorang atasan ialah jika kedua jenis hubungan adalah positif.
Penyeliaan merupakan salah satu factor juga dari kelompok factor hygiene dari Herzberg. Namun jika cara penyeliaan dilakukan oleh atasan yang memiliki cirri-ciri pemimpin yang transformasial maka tenaga kerja akan meningkatkan motivasinya dan sekaligus dapat merasa puas dengan pekerjaannya.
• Rekan-rekan Sejawat yang Menunjang
Kepuasan kerja yang ada pada para pekerja timbul karena mereka, dalam jumlah tertentu, berada dalam suatu ruangan kerja, sehingga mereka dapat saling berbicara.
Ada satuan kerja yang para tenaga kerjanya masing-masing memiliki tugas yang dapat mereka lakukan secara mandiri dikoordinasi oleh pimpinan satuan kerja.
Di dalam kelompok kerja dimana para pekerjanya harus bekerja sebagai satu tim, kepuasan kerja mereka dapat timbul karena kebutuhan-kebutuhan tingkat tinggi mereka (kebutuhan harga diri, kebutuhan aktualisasi diri) dapat dipenuhi, dan mempunyai dampak pada motivasi kerja mereka.
• Kondisi Kerja yang Menunjang
Bekerja dalam ruangan kerja yang sempit, panas, yang cahaya lampunya menyilaukan mata, kondisi kerja yang tidak mengenakkan akan menimbulkan keengganan untuk bekerja. Orang akan mencari alas an untuk sering-sering keluar ruangan kerjanya. Perusahaan perlu menyediakan ruang kerja yang terang, sejuk, dengan peralatan kerja yang enak untuk digunakan, meja dan kursi kerja yang dapat diatur tinggi-rendah, miring-tegak duduknya. Kondisi kerja yang memperhatikan prinsip-prinsip ergonomi. Dalam kondisi kerja seperti itu kebutuhan-kebutuhan fisik dipenuhi dan memuaskan tenaga kerja.
4. Dampak dari Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja
Hasil penelitian tentang dampak kepuasan kerja terhadap produktivitas, ketidakhadiran dan keluarnya pegawai dan dampak terhadap kesehatan.
• Dampak terhadap Produktivitas
Hubungan antara produktivitas dan kepuasan kerja sangat kecil. Menurut hasil penelitian Vroom produktivitas dipengaruhi oleh banyak factor-faktor moderator di samping kepuasan kerja.
Lawler dan Porter mengharapkan produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa ganjaran intrinsic dan ganjaran ekstrinsik yang diterima kedua-duanya adil dan wajar dan diasosiasikan dengan unjuk kerja yang unggul. Jika tenaga kerja tidak mempersepsikan ganjaran intrinsik dan ekstrinsik berasosiasi dengan unjuk kerja, maka kenaikan dalam unjuk kerja tidak akan berkorelasi dengan kenaikan dalam kepuasan kerja.
• Dampak terhdap Ketidakhadiran (Absenteisme) dan Keluarnya Tenaga Kerja (Turnover)
Potter & Steers berkesimpulan bahwa ketidakhadiran dan berhenti bekerja merupakan jenis jawaban-jawaban yang secara kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih spontan sifatnya dan dengan demikian kurang mungkin mencerminkan ketidakpuasan kerja. Perilaku ini karena akan mempunyai akibat-akibat ekonomis yang besar, maka lebih besar kemungkinannya is berhubungan dengan ketidakpuasan kerja.
Steers & Rhodes melihat adanya dua factor pada perilaku hadir, yaitu motivasi untuk hadir dan kemampuan untuk hadir. Mereka percaya bahwa motivasi untuk hadir dipengaruhi oleh kepuasaan kerja dalam kombinasi dengan tekanan-tekanan internal dan eksternal untuk datang pada pekerjaan.
Menurut Robbins, ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja/karyawan dapat diungkapan dalam berbagai macam cara.
• Dampak terhadap Kesehatan
Dari satu kajian longitudinal disimpulkan bahwa ukuran-ukuran dari kepuasan kerja merupakan peramal yang baik bagi longevity atau panjang umur atau rentang kehidupan.
Menurut Kornhauser tentang kesehatan mental dan kepuasan kerja, ialah bahwa untuk semua tingkatan jabatan, persepsi dari tenaga kerja bahwa pekerjaan mereka menuntut penggunaan efektif dari kecakapan-kecakapan mereka berkaitan dengan skor kesehatan mental yang tinggi. Skor-skor ini juga berkaitan dengan tingkat dari kepuasan kerja dan tingkat dari jabatan.
Meskipun jelas bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan kesehatan, hubungan kausalnya masih tidak jelas. Diduga bahwa kepuasan kerja menunjang tingkat dari fungsi fisik dan mental dan kepuasan sendiri merupakan tanda kesehatan. Tingkat dari kepuasan kerja dan kesehatan mungkin saling mengukuhkan sehingga peningkatan dari yang satu dapat meningkatkan yang lain dan sebaliknya penurunan yang satu mempunyai akibat yang negative juga pada yang lain.
5. Aspek-aspek Kepuasan Kerja
• lima aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja, yaitu
1. Pekerjaan itu sendiri (Work It self),Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidang nya masing-masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja.
2. Atasan(Supervision), atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan bawahannya. Bagi bawahan, atasan bisa dianggap sebagai figur ayah/ibu/teman dan sekaligus atasannya.
3. Teman sekerja (Workers), Merupakan faktor yang berhubungan dengan hubungan antara pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya.
4. Promosi(Promotion),Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja.
1. Gaji/Upah(Pay), Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak atau tidak.
• §Aspek-aspek lain yang terdapat dalam kepuasan kerja :
1. Kerja yang secara mental menantang,Kebanyakan Karyawan menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan. Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang terlalu kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalamai kesenangan dan kepuasan.
2. Ganjaran yang pantas, Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil,dan segaris dengan pengharapan mereka. Pemberian upah yang baik didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. tidak semua orang mengejar uang. Banyak orang bersedia menerima baik uang yang lebih kecil untuk bekerja dalam lokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang mereka lakukan dan jam-jam kerja. Tetapi kunci yang manakutkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan; yang lebih penting adalah persepsi keadilan. Serupa pula karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang lebih banyak, dan status sosial yang ditingkatkan. Oleh karena itu individu-individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil (fair and just) kemungkinan besar akan mengalami kepuasan dari pekerjaan mereka.
3. Kondisi kerja yang mendukung, Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak atau sedikit).
4. Rekan kerja yang mendukung, Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan sosial. Oleh karena itu bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan menyenagkan dapat menciptakan kepuasan kerja yang meningkat. Tetapi Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan.
5. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan, Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan demikian akan lebih besar kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini, mempunyai kebolehjadian yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari dalam kerja mereka.
6. Mengukur Kepuasan Kerja
Pengukuran kepuasan kerja ternyata sangat bervariasi, baik dari segi analisa statistik maupun dari segi pengumpulan datanya. Informasi yang didapat dari kepuasan kerja ini biasanya melalui tanya jawab secara perorangan, dengan angket maupun dengan pertemuan kelompok kerja (Riggio:2005). Dalam semua kasus, kepuasan kerja diukur dengan kuesioner laporan diri yang diisi oleh karyawan. Pengukuran kepuasan kerja dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, yaitu kepuasan kerja dilihat sebagai konsep global, kepuasan kerja dilihat sebagai konsep permukaan, dan sebagai fungsi kebutuhan yang terpenuhkan.
1. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep global
Konsep ini merupakan konsep satu dimensi, semacam ringkasan psikologi dari semua aspek pekerjaan yang disukai atau tidak disukai dari suatu jabatan. Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner satu pertanyaan (soal). Cara ini memiliki sejumlah kelebihan, diantaranya adalah tidak ada biaya pengembangan dan dapat dimengerti oleh mereka yang ditanyai. Selain itu cara ini cepat, mudah diadministrasikan dan diberi nilai. Kuesioner satu pertanyaan menyediakan ruang yang cukup banyak bagi penafsiran pribadi dari pertanyaan yang diajukan. Responden akan menjawab berdasarkan gaji, sifat pekerjaan, iklim sosial organisasi, dan sebagainya .
2. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai konsep permukaan
Konsep ini menggunakan konsep facet (permukaan) atau komponen, yang menganggap bahwa kepuasan karyawan dengan berbagai aspek situasi kerja yang berbeda dapat bervariasi secara bebas dan harus diukur secara terpisah. Diantara konsep facet yang dapat diperiksa adalah beban kerja, keamanan kerja, kompetensi, kondisi kerja, status dan prestise kerja. Kecocokan rekan kerja, kebijaksanaan penilaian perusahaan, praktek manejemen, hubungan atasan-bawahan, otonomi dan tanggung jawab jabatan, kesempatan untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan, serta kesempatan untuk pertumbuhan dan pengembangan.
3. Pengukuran kepuasan kerja dilihat sebagai kebutuhan yang terpenuhkan
Yaitu suatu pendekatan terhadap pengukuran kepuasan kerja yang tidak menggunakan asumsi bahwa semua orang memiliki perasaan yang sama mengenai aspek tertentu dari situasi kerja, pendekatan ini dikembangkan oleh Porter. Kuesioner Porter didasarkan pada pendekatan teori kebutuhan akan kepuasan kerja. Kuesioner ini terdiri dari 15 pertanyaan yang berkaitan dengan kebutuhan akan rasa aman, penghargaan, otonomi, sosial, dan aktualisasi diri. Berdasarkan kebutuhan dan persepsi orang itu sendiri mengenai jabatannya, tiap responden menjawab tiga pertanyaan mengenai masing-masing pertanyaan: (1) Berapa yang ada sekarang? (2) Berapa seharusnya? (3) Bagaimana pentingnya hal ini bagi saya?. Berdasarkan tanggapan terhadap pertanyaan mengenai pemenuhan kebutuhan kerja tersebut, kepuasan kerja diukur dengan perbedaan antara “Berapa yang ada sekarang?” dan “Berapa yang seharusnya?”, semakin kecil perbedaan, maka semakin besar kepuasannya.
Nilai yang terpisah dihitung untuk masing-masing dari lima kategori kebutuhan. Pertanyaan “Bagaimana pentingnya hal ini bagi saya?” memberikan kepada penyilid ukuran kekuatan relatif dari masing-masing kebutuhan bagi tiap responden.
Sementara itu menurut Robbins (Wibowo:2007) ada dua pendekatan yang digunakan untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja yaitu :
1. Single Global Rating yaitu meminta individu merespon atas suatu pertanyaan seperti; dengan mempertimbangkan semua hal, seberapa puas anda dengan pekerjaan anda? Individu bisa menjawab puas dan tidak puas.
1. Summation Scoren yaitu dengan mengidentifikasi elemen kunci dalam pekerjaan dan menanyakan perasaan pekerja tentang maing-masing elemen. Faktor spesifik yang diperhitngkan adalah sifat pekerjaan, supervisi, upah, kesempatan promosi dan hubungan dengan rekan kerja.
Pendapat lain, Greenberg dan Baron menunjukkan tiga cara untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja yaitu :
Rating Scale dan Kuesioner
Dengan metode ini orang menjawab pertanyaan dari kuesioner yang menggunakan rating scales sehingga mereka melaporkan reaksi mereka pada pekerjaan mereka.
Critical incidents
Individu menjelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan mereka yang dirasaka terutama memuaskan atau tidak memuaskan. Jawaban mereka dipelajari untuk mengungkap tema yang mendasari. Sebagai contoh misalnya apabila banyak pekerja yang menyebutkan situasi pekerjaan dimana mereka mendapatkan perlakuan kurang baik oleh supervisor atau sebaliknya.
Interviews
Dengan melakukan wawancara tatap muka dengan pekerja dapat diketahui sikap mereka secara langsung dan dapat mengembangkan lebih dalam dengan menggunakan kuesioner yang terstruktur.
7. Efek Kepuasan Kerja Pada Kinerja Karyawan
Kepentingan para manager pada kepuasan kerja cenderung berpusat pada efeknya kinerja karyawan. Study yang dirancang untuk menilai dampak kepuasan kerja pada :
n Produktivitas
n Kemangkira, dan
n Keluarnya karyawan
8. Bagaimana Karyawan Dapat Mengungkapkan Ketidakpuasan ?
1. Exit adalah ketidakpuasan yang diungkapkan lewat perilaku yang diarahkan untuk meninggalkan organisasi.
2. Suara adalah ketidakpuasan yang diungkapkan dengan usaha aktif dan kontruktif untuk memperbaiki kondisi
3. Kesetiaan adalah ketidakpuasaan yang diungkapkan dengan secara pasif menunggu membaiknya kondisi.
4. Pengabaian adalah ketidakpuasaan yang dinyatakan dengan membiarkan kondisi yang memburuk.

Contoh kasus
Kepuasan kerja pada karyawan biasanya terlihat pada gaji, atau tugas-tugas yang dilakukan di suatu perusahaan Bagi si karyawan dan bagi rekan-rekan kerjanya secara umum kalau gaji itu tidak perlu disebutkan persisnya berapa. Kalau kita mengetahui gaji seseorang, akan timbul rasa iri atau tidak suka seandainya kita melihat orang lain malas-malasan atau hanya bekerja sekian jam per hari gaji sama.

Ketidakpuasan Kerja

Faktor terpenting yang dapat mempengaruhi semangat kerja karyawan adalah kepuasan kerja. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini nampak dari sikap karyawan dan segala sesuatu di lingkungan kerjanya. Besar kemungkinan adanya semangat kerja yang rendah disebabkan oleh kurangnya kepuasan kerja pada karyawan. setiap pemimpin organisasi mempunyai kewajiban untuk menciptakan kepuasan kerja bagi para karyawannya, karena kepuasan kerja merupakan faktor yang diyakini dapat mendorong dan mempengaruhi semangat kerja karyawan agar bekerja dengan lebih baik. Seorang manajer pun dituntut untuk dapat menciptakan suasana kerja yang baik dan juga jaminan keselamatan kerja sehingga karyawan merasa terpuaskan.
Adanya ketidakpuasan kerja yang dialami oleh karyawan dapat disebabkan oleh adanya hal-hal yang belum sesuai dengan keinginan karyawan. hal yang belum sesuai dengan keinginan ini dapat berasal dari ciri individu, ciri lembaga maupun ciri eksternal.
• Ciri individu yang dapat menghasilkan ketidakpuasan kerja bagi para karyawan antara lain masalah gaji dan kompetensi. Sebagai contohnya, karyawan merasa gaji yang diterima dari sebuah Politeknik A tidak sesuai dengan kerja yang telah dilakukannya. Ada pula karyawan yang merasa ditempatkan pada tempat yang tidak sesuai dengan kompetensinya. Contohnya, karyawan yang tidak menguasai komputer ditempatkan di bagian administrasi yang memang membutuhkan kemampuan untuk menggunakan komputer. Di alain pihak ada pula yang dia memang menguasai komputer tetapi ditempatkan di bagian Humas yang sama sekali tidak disukainya. Adanya penempatan yang tidak sesuai dengan kompetensi karyawan ini membuat karyawan merasa tidak puas sehingga menurunkan semangat kerja.
• Ciri organisasi atau lembaga yang dimaksud antara lain motivasi dari pemimpin dan kondisi kerja yang ada. Contoh motivasi dari pimpinan adalah kebijakan memberi penghargaan kepada karyawan yang melakukan tugasnya dengan baik, dan pemberian hukuman bagi yang melalaikan tugasnya. Sedangkan contoh dari kondisi kerja adalah keadaan tempat kerja karyawan sehari-hari.
• Ciri eksternal adalah hal-hal diluar ciri individu dan ciri organisasi atau lembaga di luar diri karyawan. Sebagai contohnya, lingkukan keluarga dan lingkungan tempat tinggal karyawan. Lingkungan kerja yang tidak mendukung karyawan, akan menjadi sumber ketidakpuasan kerja karyawan. Demikian pula lingkungan tempat tinggal karyawan yang menganggap rendah pekerjaan karyawan, akan membuat karyawan merasa pekerjaannya tidak menyenangkan sehingga merasa tidak puas dengan pekerjaannya.
Terdapat 4 cara untuk mengungkapkan ketidakpuasan kerja pada karyawan :
1. Keluar (Exit): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan meninggalkan pekerjaan. Termasuk mencari pekerjaan lain.
2. Menyuarakan (Voice): Ketidakpuasan kerja yang diungkap melalui usaha aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi termasuk memberikan saran perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasannya.
3. Mengabaikan (Neglect): Kepuasan kerja yang diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk, termasuk misalnya sering absen atau dating terlambat, upaya berkurang, kesalahan yang dibuat makin banyak.
4. Kesetiaan (Loyalty): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan menunggu secara pasif sampai kondisinya menjadi lebih baik, termasuk membela perusahaan terhadap kritik dari luar dan percaya bahwa organisasi dan manajemen akan melakukan hal yang tepat untuk memperbaiki kondisi.
5. Kesehatan
Meskipun jelas bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan kesehatan, hubungan kausalnya masih tidak jelas. Diduga bahwa kepuasan kerja menunjang tingkat dari fungsi fisik mental dan kepuasan sendiri merupakan tanda dari kesehatan. Tingkat dari kepuasan kerja dan kesehatan mungkin saling mengukuhkan sehingga peningkatan dari yang satu dapat meningkatkan yang lain dan sebaliknya penurunan yang satu mempunyai akibat yang negatif.
Teori-Teori tentang Kepuasan Kerja
Menurut Wexley dan Yukl (1977) teori-teori tentang kepuasan kerja ada tiga macam yang lazim dikenal yaitu:
1.Teori Perbandingan Intrapersonal (Discrepancy Theory)
Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh individu merupakan hasil dari perbandingan atau kesenjangan yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap berbagai macam hal yang sudah diperolehnya dari pekerjaan dan yang menjadi harapannya. Kepuasan akan dirasakan oleh individu tersebut bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan kecil, sebaliknya ketidakpuasan akan dirasakan oleh individu bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan besar.
2. Teori Keadilan (Equity Theory)
Seseorang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity atau inequity atas suatu situasi diperoleh seseorang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor, maupunditempat lain.
3. Teori Dua – Faktor (Two Factor Theory)
Prinsip dari teori ini adalah bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda. Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yang satu dinamakan Dissatisfier atau hygiene factors dan yang lain dinamakan satisfier atau motivators.


Satisfier atau motivators adalah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari prestasi, pengakuan, wewenang, tanggungjawab dan promosi. Dikatakan tidak adanya kondisi-kondisi ini bukan berarti membuktikan kondisi sangat tidak puas, tetapi kalau ada, akan membentuk motivasi kuat yang menghasilkan prestasi kerja yang baik. Oleh sebab itu faktor ini disebut sebagai pemuas.
Hygiene factors adalah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber kepuasan, terdiri dari gaji, insentif, pengawasan, hubungan pribadi, kondisi kerja dan status. Keberadaan kondisi-kondisi ini tidak selalu menimbulkan kepuasan bagi karyawan, tetapi ketidakberadaannnya dapat menyebabkan ketidakpuasan bagi karyawan. As’ad (2004, p.104). Sebuah kelompok psikolog Universitas Minnesota pada akhir tahun 1950-an membuat suatu program riset yang berhubungan dengan problem umum mengenai penyesuaian kerja. Program ini mengembangkan sebuah kerangka konseptual yang, diberi nama Theory of Work Adjustment (Wayne dan Cascio, 1990, p.277).
Theory of Work Adjustment didasarkan pada hubungan antara individu dengan lingkungan kerjanya. Hubungan tersebut dimulai ketika individu memperlihatkan kemampuan atau keahlian yang memungkinkan untuk memberikan tanggapan terhadap kebutuhan kerja dari suatu lingkungan kerja. Dari lain pihak, lingkungan kerja menyediakan pendorong atau penghargaan tertentu seperti gaji, status, hubungan pribadi, dan lain-lain dalam hubungannya dengan kebutuhan individu.
Jika individu memenuhi persyaratan kerja, maka karyawan akan dianggap sebagai pekerja-pekerja yang memuaskan dan diperkenankan untuk tetap bekerja di dalam badan usaha. Di lain pihak, jika kebutuhan kerja memenuhi kebutuhan individu atau memenuhi kebutuhan kerja, pekerja dianggap sebagai pekerja-pekerja yang puas.
Individu berharap untuk dievaluasi oleh penyelia sebagai pekerja yang memuaskan ketika kemampuan dan keahlian individu memenuhi persyaratan kerja. Apabila pendorong-pendorong dari pekerjaan memenuhi kebutuhan kerja dari individu, mereka diharapkan untuk jadi pekerja yang puas. Seorang karyawan yang puas dan memuaskan diharapkan untuk melaksanakan pekerjaannya. Jika kemampuan dan persyaratan kerja tidak seimbang, maka pengunduran diri, tingkat pergantian, pemecatan dan penurunan jabatan dapat terjadi. Model Theory of Work Adjustment mengukur 20 dimensi yang menjelaskan 20 kebutuhan elemen atau kondisi penguat spesifik yang penting dalam menciptakan kepuasan kerja. Dimensi-dimensi tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Ability Utilization adalah pemanfaatan kecakapan yang dimiliki oleh karyawan.
b. Achievement adalah prestasi yang dicapai selama bekerja.
c. Activity adalah segala macam bentuk aktivitas yang dilakukan dalam bekerja.
d. Advancement adalah kemajuan atau perkembangan yang dicapai selama bekerja.
e. Authority adalah wewenang yang dimiliki dalam melakukan pekerjaan.
f. Company Policies and Practices adalah kebijakan yang dilakukan adil bagi karyawan.
g. Compensation adalah segala macam bentuk kompensasi yang diberikan kepada para karyawan.
h. Co-workers adalah rekan sekerja yang terlibat langsung dalam pekerjaan.
i. Creativity adalah kreatifitas yang dapat dilakukan dalam melakukan pekerjaan.
j. Independence adalah kemandirian yang dimiliki karyawan dalam bekerja.
k. Moral values adalah nilai-nilai moral yang dimiliki karyawan dalam melakukan pekerjaannya seperti rasa bersalah atau terpaksa.
l. Recognition adalah pengakuan atas pekerjaan yang dilakukan.
m. Responsibility, tanggung jawab yang diemban dan dimiliki.
n. Security, rasa aman yang dirasakan karyawan terhadap lingkungan kerjanya.
o. Social Service adalah perasaan sosial karyawan terhadap lingkungan kerjanya.
p. Social Status adalah derajat sosial dan harga diri yang dirasakan akibat dari pekerjaan.
q. Supervision-Human Relations adalah dukungan yang diberikan oleh badan usaha terhadap pekerjanya.
r. Supervision-Technical adalah bimbingan dan bantuan teknis yang diberikan atasan kepada karyawan.
s. Variety adalah variasi yang dapat dilakukan karyawan dalam melakukan pekerjaannya.
t. Working Conditions, keadaan tempat kerja dimana karyawan melakukan pekerjaannya.

Hipotesis pokok dart Theory of Work Adjustment adalah bahwa kepuasan kerja merupakan fungsi dari hubungan antara sistem pendorong dari lingkungan kerja dengan kebutuhan individu

Dampak Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja

1. Produktifitas atau kinerja (Unjuk Kerja)
Lawler dan Porter mengharapkan produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa ganjaran instrinsik dan ganjaran ekstrinsik yang diterima kedua-duanya adil dan wajar dan diasosiasikan dengan unjuk kerja yang unggul. Jika tenaga kerja tidak mempersepsikan ganjaran intrinsik dan ekstrinsik yang berasosiasi dengan unjuk kerja, maka kenaikan dalam unjuk kerja tidak akan berkorelasi dengan kenaikan dalam kepuasan kerja. Asad (2004, p. 113).

2. Ketidakhadiran dan Turn Over
Porter & Steers mengatakan bahwa ketidakhadiran dan berhenti bekerja merupakan jenis jawaban yang secara kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih bersifat spontan sifatnya dan dengan demikian kurang mungkin mencerminkan ketidakpuasan kerja. dalam Asad (2004, p.115). Lain halnya dengan berhenti bekerja atau keluar dari pekerjaan, lebih besar
kemungkinannya berhubungan dengan ketidakpuaan kerja. Menurut Robbins (1996) ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja atau karyawan dapat diungkapkan ke dalam berbagai macam cara. Misalnya, selain meninggalkan pekerjaan, karyawan dapat mengeluh, membangkang, mencuri barang milik organisasi, menghindari sebagian dari tanggung jawab pekerjaan mereka.

Empat cara mengungkapkan ketidakpuasan karyawan, (p. 205) :
1. Keluar (Exit): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan meninggalkan pekerjaan. Termasuk mencari pekerjaan lain.
2. Menyuarakan (Voice): Ketidakpuasan kerja yang diungkap melalui usaha aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi termasuk memberikan saran perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasannya.
3. Mengabaikan (Neglect): Kepuasan kerja yang diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk, termasuk misalnya sering absen atau dating terlambat, upaya berkurang, kesalahan yang dibuat makin banyak.
4. Kesetiaan (Loyalty): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan menunggu secara pasif sampai kondisinya menjadi lebih baik, termasuk membela perusahaan terhadap kritik dari luar dan percaya bahwa organisasi dan manajemen akan melakukan hal yang tepat untuk memperbaiki kondisi.
5. Kesehatan
Meskipun jelas bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan kesehatan, hubungan kausalnya masih tidak jelas. Diduga bahwa kepuasan kerja menunjang tingkat dari fungsi fisik mental dan kepuasan sendiri merupakan tanda dari kesehatan. Tingkat dari kepuasan kerja dan kesehatan mungkin saling mengukuhkan sehingga peningkatan dari yang satu dapat meningkatkan yang lain dan sebaliknya penurunan yang satu mempunyai akibat yang negative.
Vanya adalah seorang karyawati dari sebuah perusahaan X, diperusahaan ini ia menjabat sebagai sekretaris. Berdasarkan latar belakang pendidikan yang ia miliki, pekerjaan ini memang tidak sesuai dengannya tetapi karena adanya tuntutan dari orang-orang terdekatnya untuk secepatnya bekerja, akhirnya ia dengan terpaksa menerima pekerjaan ini. Karena memang belum ada pekerjaan lain yang ia dapat. Dan ia pun sudah berjanji pada dirinya untuk dapat menikmati dan berusaha beradaptasi sebaik mungkin dilingkungan kerjanya kelak
Pada awalnya ia memang dapat menikmati pekerjaanya itu, tetapi setelah beberapa bulan ia merasa jenuh dengan pekerjaan yang ia miliki, selain karena pekerjaanya tersebut memang tidak sesuai dengan minat, pendidikan serta keterampilan yang ia miliki. Hal ini karena, ia menganggap kalau gaji yang ia terima tidak sesuai dengan apa yang sudah ia kerjakan, selain itu ia juga memiliki konflik dengan atasannya. Ia merasa kalau atasannya tersebut terlalu banyak menuntut dan tidak mempedulikan bagaimana kesejahteraan para pegawainya.
Pada awalnya ia melakukan protes dengan datang terlambat kekantor, selain itu juga dengan tidak menyelesaikan pekerjaannya tepat pada waktunya. Tetapi ternyata hal itu tidak merubah keadaan, Itu sebabnya ia akhirnya memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya tersebut karena ia memang sudah benar-benar tidak tahan dan sudah sangat jenuh dengan pekerjaan yang ia jalani.

Penyebab dan Pencegahan Ketidakpuasan Kerja

PENCEGAHAN KETIDAKPUASAN KERJA
Idealnya seorang manajer yang sekaligus sebagai pemimpin suatu unit kerja dapat mengetahui kebutuhan, kepribadian, dan masalah-masalah yang dihadapi karyawannya. Masalah-masalah yang sering dihadapi karyawan antara lain ketidakpuasan kerja dan motivasi kerja. Kedua faktor itu berhubungan antara lain dengan gaya kepemimpinan manajer, manajemen kompensasi, manajemen karir, dan intensitas hubungan vertikal dan horisontal. Dengan demikian masalah yang dihadapi karyawan disini lebih ditekankan pada faktor penyebab eksternal dirinya. Artinya kalau faktor-faktor eksternal tadi tidak diperbaiki maka kepuasan kerja dan motivasi kerja bakal rendah dan akan memengaruhi kinerja karyawan. Pada gilirannya akan memengaruhi kinerja perusahaan.
Sementara itu karyawan bermasalah dapat diindikasikan antara lain sebagai sifat atau perilaku malas, komitmen kurang, emosional, kedisiplinan tidak terkendali, kerap bolos kerja, dan egoistis dalam bekerjasama. Ciri bekerja dan kinerjanya adalah sangat marjinal, asal-asalan, dan kurang toleran dengan lingkungan. Perilaku tersebut lebih berkait dengan faktor internal ketimbang eksternal. Faktor internal karyawan meliputi faktor-faktor pendidikan, usia, pengalaman kerja, sikap, dan ketrampilan. Namun demikian lemahnya manajemen kontrol, kurangnya pelatihan dan pengembangan, tidak adilnya manajemen kompensasi dan karir, rendahnya mutu hubungan horisontal dan vertikal dapat mendorong terjadinya perilaku negatif dari karyawan seperti itu.
Baik masalah karyawan dan karyawan bermasalah akan dapat menimbulkan masalah perusahaan yang kronis dan menimbulkan ongkos mahal. Ujungnya adalah keuntungan perusahaan yang menurun. Bayangkan misalnya perusahaan harus menanggung beban kalau produktivitas menurun akibat potensi karyawan yang rendah. Begitu juga kalau perusahaan harus menghentikan program produksinya karena banyak karyawan yang malas dan tidak disiplin. Selain itu bisa menimbulkan kegagalan pendistribusian barang ke pasar dan ketidakpuasan konsumen dan pelanggan.



Karena masalah-masalah yang dihadapi karyawan pada dasarnya lebih disebabkan faktor eksternal maka pendekatannya adalah pada sistem manajemen. Untuk itu yang dapat dilakukan perusahaan antara lain dengan dengan pendekatan-pendekatan umum:
1. mengadakan pengkajian mendalam apa saja faktor-faktor eksternal karyawan yang memengaruhi kepuasan kerja, motivasi kerja, dan kinerja.
2. melakukan kajian kekuatan dan kelemahan perusahaan dilihat dari penerapan sistem manajemen sumberdaya manusia kaitannya dengan strategi bisnis termasuk dalam hal analisis pekerjaan dan beban kerja karyawan.
3. melakukan perbaikan fungsi-fungsi MSDM mulai dari fungsi rekrutmen dan seleksi karyawan, program orientasi, manajemen pelatihan dan pengembangan, penempatan karyawan, manajemen kompensasi, dan manajemen karir.
4. mengefektifkan keterkaitan strategi bisnis secara sinergis dengan strategi-strategi lainnya seperti strategi SDM, strategi finansial, strategi produksi, strategi pemasaran, dan strategi informasi sebagai suatu kesatuan yang utuh.
5. melakukan reposisi gaya kepemimpinan yang dinilai tepat diterapkan di perusahaan.
Sementara itu strategi yang dapat dilakukan dalam menghadapi karyawan bermasalah antara lain dengan pendekatan-pendekatan umum:
1. mengidentifikasi faktor-faktor utama yang memengaruhi terjadinya karyawan bermasalah misalnya terhadap karyawan yang malas, tidak disiplin, sangat sensitif, temparamental, dan sangat egoistis.
2. melakukan sosialisasi dan internalisasi budaya organisasi atau korporat, budaya kerja, dan budaya mutu kerja secara intensif; kalau diperlukan diperlukan tindakan penegakan kedisiplian dan koreksi yang bergantung pada derajad masalahnya.
3. melakukan pelatihan dan pengembangan khususnya yang menyangkut softskills disertai dengan bimbingan dan konseling kepada karyawan khususnya oleh manajer dan karyawan senior yang berwibawa.
4. menerapkan sistem imbalan yang menarik kepada karyawan berprestasi dan hukuman kepada yang berkinerja dibawah standar secara obyektif, tegas dan tidak diskriminasi.
5. mengembangkan sistem umpan balik tentang proses dan kinerja perusahaan berikut masalah-masalah yang dihadapi perusahaan dan karyawan dalam membangun suasana pembelajaran yang dinamis dan merata di semua karyawan; baik dilakukan secara formal maupun informal.
6. mengembangkan tim kerja yang solid dan dinamis dengan kepemimpinan yang berorientasi membangun motivasi dan transformasional.
Fenomena masalah karyawan dan karyawan bermasalah merupakan hal yang rutin terjadi di suatu perusahaan. Yang berbeda cuma derajad dan frekuensinya saja. Mulai dari kondisi yang ringan sampai yang parah. Karena itu pendekatannya pun ada yang dengan menggunakan jalur keorganisasian berupa penyusunan strategi dan kebijakan SDM yang baru dan ada yang hanya dilakukan dengan pendekatan personal. Namun apapun derajadnya, mengatasi masalah karyawan dan karyawan bermasalah tidak bisa ditunda-tunda; menunggu masalahnya sudah mencapai titik kritis. Kalau seperti itu maka permasalahannya akan semakin kampleks. Jadi harus sudah diantisipasi dan segera diatasi.

CONTOH PENCEGAHAN KETIDAKPUASAN KERJA
Di suatu kantor yang bisa dikatakan kantor tersebut belum memiliki aturan-aturan yang ada untuk menunjang pekerjaan para karyawannya sehingga kantor tersebut sering sekali ditinggalkan oleh para karyawannya. Karyawan disana sering mengalami ketidakpuasan dalam bekerja. Mereka merasa jenuh dengan pekerjaannya dan situai di kantor tersebut.
Pekerjan dan situasi di kantor tersebut cenderung monoton, tidak ada perubahan atau tantangan yang baru dalam setiap pekerjaannya. Mereka pun merasa pekerjaan dan penghasilan yang mereka dapat tidak seimbang. Akhirnya income yang didapat juga kurang memuaskan karena produktivitas karyawan yang tidak maksimal. Kantor ini mungkin masih jauh untuk disebut kantor yang qualified untuk menjadi kantor yang baik.
Sebenarnya ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk memperbaiki keadaan tersebut, yaitu:
1. Menciptakan tantangan baru
Jika pekerja terjebak dalam sebuah pekerjaan karena kurang pendidikan atau penciutan perusahaan, tak selalu berarti pekerjaan itu membosankan. Dengan sedikit imajinasi, ciptakan tantangan baru dan lakukan yang terbaik untuk pekerjaan tersebut.
• Perbaiki keterampilan
• Buat proyek sendiri
Buat proyek yang bisa memotivasi dan memberi pekerja perasaan mengontrol. Mulailah dari mengatur perayaan ulang tahun di kantor, lalu setelah itu pekerja membuat proyek yang lebih besar. Pekerja juga bisa melakukan sesuatu yang bisa meningkatkan rasa percaya diri.
• Membantu anak baru
Setelah menguasai sebuah pekerjaan, pekerja akan mendapati pekerjaan sebagai rutinitas. Bantulah rekan kerja baru untuk meningkatkan keterampilan mereka. Ini bisa memperbarui tantangan dan kepuasan yang pekerja inginkan.
2. Kalahkan Kebosanan
• Ubah hal monoton
Ambil cuti lalu melakukan kegiatan seperti membaca, mendengarkan musik, jalan-jalan, atau menulis surat untuk sahabat.
• Minta penugasan baru
Bicaralah dengan atasan, minta pelatihan tugas berbeda untuk mengatasi kebosanan. Setelah selesai, pekerja bisa kembali ke tugas semula.
• Lakukan tugas sukarelawan
Bila pekerja mendengar perusahaan meluncurkan proyek baru, jadilah seorang sukarelawan untuk masuk dalam tim proyek itu.
• Minta tantangan baru
Jika bos pekerja cukup enak diajak bicara, katakanlah bahwa Anda merasa sedikit bosan dengan pekerjaan sekarang dan ingin sebuah tantangan baru.
3. Berpikir Positif
Mengubah sikap soal pekerjaan memang tak bisa sekejap. Cobalah teknik ini untuk menyadari cara pikir Anda:
• Berhenti berpikir negatif
Perhatikan pesan-pesan dari otak untuk diri sendiri. Ketika mendapati diri sendiri berpikir bahwa pekerjaan sekarang membosankan, segera hentikan pikiran itu.
• Kembalikan pada perspektif yang benar
Ingat bahwa semua orang pernah mengalami hari baik dan hari buruk di tempat kerja.
• Cari hikmahnya
Mungkin pekerja pernah menerima penilaian yang buruk dari atasan dan dia minta pekerja memperbaiki kinerja. Jangan diambil hati dan langsung mencari pekerjaan baru. Cobalah cari hikmahnya. Mungkin itu berarti kesempatan mengikuti pelatihan baru, mendapat ilmu baru, dan pekerja bisa menunjukkan kepada atasan bahwa pekerja mampu berubah dan memperbaiki kinerja.
• Belajar dari kesalahan
Kegagalan adalah alat pembelajaran yang paling hebat, sayangnya banyak orang membiarkan kegagalan mengalahkan mereka. Ketika gagal di pekerjaan, belajarlah dan coba lagi.
• Bersyukur
Rasa syukur dapat membantu pekerja fokus pada hal-hal baik yang ada di perusahaan pekerja.
Ada pula dengan cara:
1. Pada setiap periodenya pemimpin perusahaan/kantor melakukan observasi pada karyawan-karyawannya.
2. Memberikan questionnaire pada para karyawannya dalam jangka waktu tertentu. Contohnya MSQ (Minnesota Satisfaction Questionnaire), JDI (Job Descriptive Index), NSQ (Need Satisfaction Questionnaire).
3. Melakukan evaluasi di setiap bidang yang ada dalam perusahaan/kantor tersebut.

Senin, 23 November 2009

Motivasi Menurut Maslow

Hirarki Kebutuhan Maslow
Abraham Maslow (1908-1970) adalah seorang psikolog besar yang mencoba menemukan dan menawarkan jawaban sistematis atas pertanyaan tersebut melalui teorinya yang tersohor, yakni teori hirarki kebutuhan. Menurut Maslow, setiap individu memiliki kebutuhan-kebutuhan yang tersusun secara hirarki dari tingkat yang paling mendasar sampai pada tingkat yang paling tinggi. Setiap kali kebutuhan pada tingkatan paling bawah terpenuhi maka akan muncul kebutuhan lain yang lebih tinggi. Pada tingkatan paling bawah, dicantumkan berbagai kebutuhan fisiologis (physiological needs). Kemudian pada tingkatan lebih tinggi dicantumkan kebutuhan akan rasa aman dan kepastian (safety and security needs). Lalu pada tingkatan berikutnya adalah berbagai kebutuhan akan cinta dan hubungan antar manusia (love and belonging needs). Kemudian kebutuhan akan penghargaan dan pengakuan (esteem needs). Dan pada tingkatan yang paling tinggi dicantumkan kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri (self actualization needs).Hiraki Kebutuhan Menurut Maslow
Kebutuha fisik dalam gambar susunan di samping diletakkan paling bawah adalah bukan maksud. Pada saat ini kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan yan paling kuat dan mendasar diantara yang lain. Dalam hal ini seseorang sangat membutuhkan oksigen untuk bernapas, air untuk diminum, makanan, papan, sandang, buang hajat kecil maupun besar, seks, dan fasilitas-fasilitas yang dapat berguna untuk kelangsungan hidupnya, merupakan contoh kebutuhan fisiologis.
Kebutuhan Akan Rasa Aman dan Tenteram (Safety Needs).
Sebenarnya tidak bisa dipungkiri, pada awalnya mayoritas dari aktivitas kehidupan manusia ini adalah untuk memenuhi kebutuhan fisik ini. Segera setelah kebutuhan dasar terpenuhi, orang mulai ‘cari-cari’. Kebutuhan level kedua, yakni kebutuhan akan rasa aman dan kepastian (safety and security needs) muncul dan memainkan peranan dalam bentuk mencari tempat perlindungan, membangun privacy individual (kebebasab individu), mengusahakan keterjaminan finansial melalui asuransi atau dana pensiun, dan sebagainya.
Kebutuhan Untuk Dicintai dan Disayangi (Belongingness Needs).
Ketika kebutuhan fisik akan makan, papan, sandang berikut kebutuhan keamanan telah terpenuhi, maka seseorang beralih ke kebutuhan berikutnya yakni kebutuhan untuk dicintai dan disayangi (love and belonging needs). Dalam hal ini seseorang mencari dan menginginkan sebuah persahabatan, menjadi bagian dari sebuah kelompok, dan yang lebih bersifat pribadi seperti mencari kekasih atau memiliki anak, itu adalah pengaruh dari munculnya kebutuhan ini setelah kebutuhan dasar dan rasa aman terpenuhi.
Kebutuhan Harga Diri Secara Penuh ( Esteem Needs).
Level keempat dalam hirarki adalah kebutuhan akan penghargaan atau pengakuan (esteem needs). Maslow membagi level ini lebih lanjut menjadi dua tipe, yakni tipe bawah dan tipe atas. Tipe bawah meliputi kebutuhan akan penghargaan dari orang lain, status, perhatian, reputasi, kebanggaan diri, dan kemashyuran. Tipe atas terdiri atas penghargaan oleh diri sendiri, kebebasan, kecakapan, keterampilan, dan kemampuan khusus (spesialisasi). Apa yang membedakan kedua tipe adalah sumber dari rasa harga diri yang diperoleh. Pada self esteem tipe bawah, rasa harga diri dan pengakuan diberikan oleh orang lain. Akibatnya rasa harga diri hanya muncul selama orang lain mengatakan demikian, dan hilang saat orang mengabaikannya.
Situasi tersebut tidak akan terjadi pada self esteem tipe atas. Pada tingkat ini perasaan berharga diperoleh secara mandiri dan tidak tergantung kepada penilaian orang lain. Dengan lain kata, sekali anda bisa menghargai diri anda sendiri sebagai apa adanya, anda akan tetap berdiri tegak, madheg pandhito, bahkan ketika orang lain mencampakkan anda!
Kebutuhan Aktualisasi Diri ( Self Actualization Needs)
Ketika kebutuhan akan penghargaan ini telah terpenuhi, maka kebutuhan lainya yang sekarang menduduki tingkat teratas adalah aktualisasi diri. Inilah puncak sekaligus fokus perhatian Maslow dalam mengamati hirarki kebutuhan. Terdapat beberapa istilah untuk menggambarkan level ini, antara lain growth motivation, being needs, dan self actualization.
Maslow melakukan sebuah studi kualitatif dengan metode analisis biografi guna mendapat gambaran jelas mengenai aktualisasi diri. Dia menganalisis riwayat hidup, karya, dan tulisan sejumlah orang yang dipandangnya telah memenuhi kriteria sebagai pribadi yang beraktualisasi diri. Termasuk dalam daftar ini adalah Albert Einstein, Abraham Lincoln, William James, dam Eleanor Roosevelt.
Berdasar hasil analisis tersebut, Maslow menyusun sejumlah kualifikasi yang mengindikasikan karakteristik pribadi-pribadi yang telah beraktualisasi:
1. Memusatkan diri pada realitas (reality-centered), yakni melihat sesuatu apa adanya dan mampu melihat persoalan secara jernih, bebas dari bias.
2. Memusatkan diri pada masalah (problem-centered), yakni melihat persoalan hidup sebagai sesuatu yang perlu dihadapi dan dipecahkan, bukan dihindari.
3. Spontanitas, menjalani kehidupan secara alami, mampu menjadi diri sendiri serta tidak berpura-pura.
4. Otonomi pribadi, memiliki rasa puas diri yang tinggi, cenderung menyukai kesendirian dan menikmati hubungan persahabatan dengan sedikit orang namun bersifat mendalam.
5. Penerimaan terhadap diri dan orang lain. Mereka memberi penilaian tinggi pada individualitas dan keunikan diri sendiri dan orang lain. Dengan kata lain orang-orang yang telah beraktualisasi diri lebih suka menerima kamu apa adanya ketimbang berusaha mengubah diri kamu.
6. Rasa humor yang ‘tidak agresif’ (unhostile). Mereka lebih suka membuat lelucon yang menertawakan diri sendiri atau kondisi manusia secara umum (ironi), ketimbang menjadikan orang lain sebagai bahan lawakan dan ejekan.
7. Kerendahatian dan menghargai orang lain (humility and respect)
8. Apresiasi yang segar (freshness of appreciation), yakni melihat sesuatu dengan sudut pandang yang orisinil, berbeda dari kebanyakan orang. Kualitas inilah yang membuat orang-orang yang telah beraktualisasi merupakan pribadi-pribadi yang kreatif dan mampu menciptakan sesuatu yang baru.
9. Memiliki pengalaman spiritual yang disebut Peak experience. Peak experience atau sering disebut juga pengalaman mistik adalah suatu kondisi saat seseorang (secara mental) merasa keluar dari dirinya sendiri, terbebas dari kungkungan tubuh kasarnya. Pengalaman ini membuat kita merasa sangat kecil atau sangat besar, dan seolah-olah menyatu dengan semesta atau keabadian (the infinite and the eternal). Ini bukanlah persoalan klenik atau takhayul, tetapi benar-benar ada dan menjadi kajian khusus dalam Psikologi Transpersonal, suatu (baru klaim) aliran keempat dalam ilmu psikologi setelah psikoanalisis, behaviorisme, dan humanisme, yang banyak mempelajari filosofi timur dan aspek-aspek kesadaran di luar kesadaran normal (Altered States of Consciousness, ASC). Peak experience bisa jadi merupakan argumen ilmiah yang valid untuk menjelaskan fenomena para rasul yang menerima wahyu dari Allah, atau pengalaman sufistik yang merasa telah memiliki sifat-sifat ketuhanan. Di sini maksudnya bukan sama persis seperti Tuhan, akan tetapi adalah menerapkan sifat-sifat Tuhan seperti Maha Adil, Maha Tahu, dan lain sebagainya sesuai tataran tingkatan manusia. Karena manusia itu tidaklah bisa menyamai sifat dan kemampuan Tuhan secara persis. (ini hanya sekedar pendapat penulis).
Berdasarkan berbagai kualifikasi yang ‘amat sulit’ tersebut, maka tidaklah heran kalau masih sedikit orang di dunia ini yang mencapai level aktualisasi diri tersebut. Bahkan Maslow mengatakan bahwa jumlah orang-orang yang telah beraktualisasi diri tidaklah lebih dari dua persen saja dari seluruh populasi dunia! Bagaimana dengan Anda? Sudah belum? Tidak usah terlalu dipikirkan. Bagi yang telah bisa mencapai taraf aktualisasi diri memang bagus, tetapi untuk sekadar bisa merasa bahagia dan menikmati hidup, kita hanya perlu menjadi diri sendiri apa adanya dan bermanfaat bagi orang lain
Teori Motivasi Abraham Maslow
Teori Motivasi Abraham Maslow: Hirarki Kebutuhan

Maslow mengembangkan teori tentang bagaimana semua motivasi saling berkaitan. Ia menyebut teorinya sebagai “hirarki kebutuhan”. Kebutuhan ini mempunyai tingkat yang berbeda-beda. Ketika satu tingkat kebutuhan terpenuhi atau mendominasi, orang tidak lagi mendapat motivasi dari kebutuhan tersebut. Selanjutnya orang akan berusaha memenuhi kebutuhan tingkat berikutnya. Maslow membagi tingkat kebutuhan manusia menjadi sebagai berikut:

1. Kebutuhan fisiologis: kebutuhan yang dasariah, misalnya rasa lapar, haus, tempat berteduh, seks, tidur, oksigen, dan kebutuhan jasmani lainnya.
2. Kebutuhan akan rasa aman: mencakup antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional.
3. Kebutuhan sosial: mencakup kebutuhan akan rasa memiliki dan dimiliki, kasih sayang, diterima-baik, dan persahabatan.
4. Kebutuhan akan penghargaan: mencakup faktor penghormatan internal seperti harga diri, otonomi, dan prestasi; serta faktor eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian.
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri: mencakup hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya.

Menurut teori kebutuhan Maslow, kebutuhan yang berada pada hierarki paling bawah tidak harus dipenuhi sebagian sebelum seseorang akan mencoba untuk memiliki kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya. Sebagai misal seorang yang lapar atau seorang yang secara fisik dalam bahaya tidak begitu menghiraukan untuk mempertahankan konsep diri positif (gambaran terhadap diri sendiri sebagai orang baik) dibandingkan untuk mendapatkan makanan atau keamanan; namun begitu, orang yang tidak lagi lapar atau tidak lagi dicekam rasa takut, kebutuhan akan harga diri menjadi penting. Maslow kemudian menyempurnakan modelnya untuk memasukkan tingkat penghargaan antara kebutuhan dan aktualisasi diri: kebutuhan untuk pengetahuan dan estetika.
Implikasi bagi Manajemen

Jika teori Maslow berpendapat, ada beberapa implikasi penting bagi managemen. Ada peluang untuk memotivasi karyawan melalui gaya manajemen, pekerjaan desain, acara perusahaan, dan paket kompensasi, beberapa contoh yang berikut:

• Kebutuhan fisiologis: Menyediakan istirahat makan siang, istirahat, dan upah yang cukup untuk membeli kebutuhan pokok kehidupan.

• Kebutuhan keamanan: Menyediakan lingkungan kerja yang aman, tunjangan pensiun, dan keamanan kerja.

• Kebutuhan sosial : Buat rasa komunitas melalui proyek-proyek berbasis tim dan kegiatan sosial.

• Kebutuhan akan penghargaan : Mengenali prestasi untuk membuat karyawan merasa dihargai dan dihargai. Pekerjaan menawarkan judul yang menyampaikan pentingnya posisi.

• Aktualisasi diri: Menyediakan karyawan sebuah tantangan dan kesempatan untuk mencapai potensi penuh mereka karier.

Akan tetapi teori maslow ini sesungguhnya bersifat subjetif, tergantung pada setiap individunya, ada dimana menurut seseorang bahwa individu A tersebut belum mencapai aktualisasi diri akan tetapi justru malah individu A tersebut merasa dirinya telah mencapai aktualisasi diri. Hal itu terjadi karena penilaian kepuasan akan kebutuhan itu hanya bisa dinilai oleh individu sendiri – sndiri yang bersangkutan dan sifatnya sangat subjektif dan tidak dapat dinilai dengan orang lain.

Contohnya seperti seorang pelukis ternama Picasso, semasa hidupnya jadi pelukis dia tidak pernah dihargai karya – karyanya oleh orang lain hingga ketika Ia meninggal baru lah karyanya diakui dan dihargai. Akan tetapi mengapa Ia masih terus berkarya dan melukis karena baginya semua telah dia dapat, walaupun kehidupannya pas- pasan dalam hal fisiologis, tapi baginya itu sudah lebih dari cukup dan kebutuhan rasa aman pun terpenuhi dan kebutuhan akan cinta kasih telah Ia dapatkan begitu pula dengan penghargaan, walaupun orang lain tidak menghargai karyanya akan tetapi sudah terdapat kepuasan didalam dirinya tentang karya – karyanya maka walaupun orang lain tidak menghargai itu tidak berdampak baginya. Karena kembali lagi bahwa kepuasan seseorang tidak ditentukan dari penilaian orang lain akan tetapi dari dalam diri individu tersebut, karena memang kebutuhan dan kepuasan seseorang memang bersifat subjektif.

Sikap Pekerja Dan Kepuasaan Kerja

Sikap yang harus di miliki oleh seorang pekerja keras.
Menjadi pekerja keras bukanlah hal yang mudah bagi setiap orang, perlu adanya hubungan dan motivasi yang kuat antara kemauan dan kesadaran diri terhadap pekerjaan dan target yang ingin di capai seseorang. Ada banyak hal yang harus kita lakukan untuk menjadi pekerja keras dalam setiap bidang dan urusan diantaranya yaitu:
Pertama, ia harus konsisisten dan mau bekerja sesuai dengan program kerja yang sudah di tentukan.pekerjuaan uyang diberikan kepadanya harus dikerjakan dengan baik sesuai dengan keahlian yang dimilkinya.pekerja yang baik tidak akan mengeluk,enggan jika menghadapi kesulitan.ia selalu konsisten dengan garapan kerja sehingga target yang telah di tetapkan dapat tercapai dengan baik.
Kedua, memiliki kemampuan bekerja sama dengan orang lain.tidak sungkan melakukan konsultasi dengan atasan ataupun rekan kerja sekalipun membawa kesuksesan terhadap kesuksesan kerja kita.
Ketiga, jangan malu bertanya jika memenuhi kesulitan dalam mengerjakan sewsuatu..janagan malu mengemukakan permasalahan yang timbul dalam pekerjaan pada seseorang yang lebih ahli atau senior di atas kita karena bila tidak ditanyakan akan menyebab kan kebingungan pada diri kita dan pekerjaan kitapun akan terhambat oleh permasalahan yang sebenarnya akan tunntas bila kita bertanya.
Keempat, biasakan membuat catatan kerja tentang kegiatan kerja yang akan dilakukan. Catatan kerja tersebut sebaiknya wajib dimiliki dan di bawa agar pekerjaan yang di lakukan tidak ada yang terlewatkan.
Kelima, senantiasa meminta pendapat teman yang lebih senior tentang pekerjaan yang kita lakukan.hal ini memiliki dua keuntungan,keuntungan pertama,dapat membuat ruang lingkup pekerjaaan yang di lakukan sem akin jelas kemudian keuntungan yang kedua dapat membuat orang yang bersangakutan merasa dihargai oleh sikap kita ini.
kepuasan kerja sebagai “the way an employee feels about his or her job”. Artinya bahwa kepuasan kerja adalah cara pegawai merasakan dirinya atau pekerjaannya. dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan yang menyokong atau tidak menyokong dalam diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaan maupun kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upaya, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lain, penempatan kerja, dan struktur organisasi. Sementara itu, perasaan yang berhubungan dengan dirinya antara lain berupa umur, kondisi kesehatan, kemampuan dan pendidikan. Menurut Wexley dan Yukl.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
• Schemerhorn mengidentifikasi lima aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja, yaitu
1. Pekerjaan itu sendiri (Work It self),Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja.
2. Penyelia (Supervision), Penyelia yang baik berarti mau menghargai pekerjaan bawahannya. Bagi bawahan, penyelia sering dianggap sebagai figur ayah/ibu dan sekaligus atasannya.
3. Teman sekerja (Workers), Merupakan faktor yang berhubungan dengan sebagai pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya.
4. Promosi (Promotion),Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja.
5. Gaji/Upah (Pay), Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak atau tidak.
• Aspek-aspek lain yang terdapat dalam kepuasan kerja disebutkan oleh Stephen Robins :
1. Kerja yang secara mental menantang, Karyawan cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan. Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang terlalu kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalamai kesenangan dan kepuasan.
2. Ganjaran yang pantas, Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak kembar arti, dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Tentu saja, tidak semua orang mengejar uang. Banyak orang bersedia menerima baik uang yang lebih kecil untuk bekerja dalam lokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang mereka lakukan dan jam-jam kerja. Tetapi kunci yang manakutkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan; yang lebih penting adalah persepsi keadilan. Serupa pula karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang lebih banyak, dan status sosial yang ditingkatkan. Oleh karena itu individu-individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil (fair and just) kemungkinan besar akan mengalami kepuasan dari pekerjaan mereka.
3. Kondisi kerja yang mendukung,Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak atau sedikit).
4. Rekan kerja yang mendukung, Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat. Perilaku atasan seorang juga merupakan determinan utama dari kepuasan. Umumnya studi mendapatkan bahwa kepuasan karyawan ditingkatkan bila penyelia langsung bersifat ramah dan dapat memahami, menawarkan pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan, dan menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka.
5. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan, Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan demikian akan lebih besar kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini, mempunyai kebolehjadian yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari dalam kerja mereka.

Teori kepuasan kerja
Untuk membahas kepuasan kerja beberapa teori telah diajukan untuk menyatakan mengapa seseorang menyenangi pekerjaannya sehingga karyawan dapat berprestasi dengan baik, yang akan bermanfaat untuk kedua belah pihak, baik karyawan itu sendiri maupun organisasi.
Teori kepuasan kerja yang dipelopori oleh Porter (1961) adalah Discrepancy Theory. Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh individu merupakan hasil dari suatu perbandingan yang dilakukan oleh pegawai/karyawan terhadap berbagai hal yang mudah diperoleh dari pekerjaannya dan yang menjadi harapannya. Kepuasan akan dirasakan oleh individu tersebut bila perbedaan atau kesenjangan antara standar individu pribadi dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan kecil. Sebaliknya, ketidakpuasan akan dirasakan oleh individu apabila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan besar.
Theory Discrepancy menekankan bahwa kepuasan orang dalam bekerja ditengarai oleh dekatnya jarak antara harapan dan kenyataan, yaitu kenyataan yang didapat sesuai dengan harapannya.
Menurut Gilmer (1966) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu kesempatan untuk maju, keamanan kerja, gaji, kondisi kerja, aspek, sosial dalam pekerjaan, komunikasi, dan fasilitas.
Husnan (2000) mengemukakan beberapa faktor kebutuhan dan keinginan pegawai, yakni: gaji yang baik, pekerjaan yang aman, rekan sekerja yang kompak, penghargaan terhadap pekerjaan, kesempatan untuk maju, pimpinan yang adil dan bijaksana, pengarahan dan perintah yang wajar, dan organisasi atau tempat kerja yang dihargai oleh masyarakat.
Menurut Stephen P. Robbins, dalam bukunya “ Perilaku Organisasi ”, halaman 181”, tingkat kepuasan kerja sangat dipengaruhi oleh:
Kerja yang secara mental menantang. Pegawai akan lebih menyukai pekerjaan – pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan mereka. Pegawai juga mengharap umpan balik atas pekerjaan yang telah dilakukan. Pekerjaan yang kurang menantang akan menciptakan kebosanan, namun pekerjaan yang terlalu menantang juga akan menimbulkan frustasi bilamana gagal. Pendeknya adalah the right man on the right place.
Pekerjaan dengan kondisi tantangan yang sedang (sesuai dengan tingkat kemampuan), akan cenderung membuat pegawai mencapai kondisi senang dan puas. Pekerjaan yang secara mental menantang dimaksudkan adalah sesuai dengan kemampuan dan pendidikan pegawai. Organisasi tentu akan rugi manakala ketrampilan/kemampuan pegawai tidak dimanfaatkan secara optimal;
Ganjaran yang pantas.
Pegawai menginginkan system upah dan kebijakan promosi yang mereka anggap adil. Upah dianggap adil bilamana, didasarkan pada tingkat ketrampilan, standar pengupahan komunitas. Upah tidak didasarkan pada jumlah, tetapi yang lebih penting adalah persepsi keadilan. Sebagaimana upah, pegawai juga menginginkan kebijakan dan praktik promosi yang adil. Promosi memberikan kesempatan kepada pegawai untuk memperoleh tanggung jawab yang lebih banyak, dan status social yang ditingkatkan. Kebijakan promosi yang dianggap adil (fair and just), akan membuat para pegawai mencapai tingkat kepuasan kerja. Untuk pegawai sektor publik standar upah adalah giffen (sudah ada ketentuan yang mengatur) sehingga untuk kepentingan analisis manajemen sumber daya manusia variabel upah tersebut dapat diabaikan.
Kondisi kerja yang mendukung.
Pewagai akan menyukai kondisi kerja yang nyaman, sarana yang memudahkan penyelesaian pekerjaan;
Rekan kerja yang mendukung.
Bagi pegawai tempat kerja juga merupakan sarana interaksi social. Rekan kerja dan perilaku pimpinan adalah determinan kepuasan kerja. Rekan kerja yang ramah, pimpinan yang mau mendengar pendapat bawahan dan memberi umpan balik atas penyelesaian pekerjaan secara wajar, akan mempengaruhi tingkat kepuasan pegawai/karyawan. Menurut Stephen P. Robbins, tingkat kepuasan kerja berbanding lurus dengan tingkat kemangkiran. Adalah sangat masuk akal bilamana seorang pegawai yang tidak terpuaskan akan cenderung melakukan mangkir. Pekerja dengan tingkat kepuasan kerja tinggi akan mempunyai tingkat kehadiran yang jauh lebih baik dibanding pegawai dengan tingkat kepuasan kerja yang rendah. Di sisi lain tingkat kepuasan kerja juga sangat mempengaruhi tingkat produktivitas pegawai. Organisasi-organisasi dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi akan mempunyai tingkat produktivitas kerja yang lebih baik dibanding dengan organisasi dengan tingkat kepuasan kerja yang lebih rendah.

Job Enrichment

Pengertian job design adalah suatu pendekatan didalam suatu pekerjaan yang dilakukan dengan sedemikian rupa untuk memetik minat pekerja dengan mengadakan job enlargement yaitu praktek untuk memperluas isi daripada suatu pekerjaan yang meliputi jenis dan tugas dalam tingkat yang sama dan job enrichment yaitu praktek yang memberikan karyawan tingkat kebebasan yang lebih tinggi terhadap perencanaan dan pengorganisasian melalui implementasi kerja dan evaluasi hasil. (menurut Greenberg dan Baron (1996 : 163). Petra Christian University Library (www.digilib.petra.ac.id)
Banyak penelitian yang menghasilkan konsep dan teori baku tentang job design dengan pendekatan motivasi. Konsep dan teori tersebut telah banyak diadopsi oleh banyak organisasi di dunia dan terus mengalami perubahan sesuai dengan perubahan zaman. Salah satunya adalah konsep tentang job design dengan pendekatan motivasi adalah model survei Diagnostik Pekerjaan Hackman-oldman yang mengkombinasikan lima variabel karakteristik pekerjaan. Dengan menggunakan pendekatan ini organisaai dapat mendesign pekerjaan dengan menggunakan karakteristik pekerjaan sebagai dasar kategori. Namun, sejalan dengan perubahan dan kebutuhan terutama pada era globalisasai, konsep hackman-oldman tidak mampu seluruhnya menjawab tantangan tersebut, untuk itu perlu diadakan modifikasi konsep job design. Untuk itu perlu dilakukan pengembangan model dan pendekatan job design dari setiap organisasi. Model baru ini muncul sebagai akibat dari pengaruh lingkungan dan munculnya kebutuhan baru dalam proses job design dari setiap organisasi tersebut. Namun model apapun yang digunakan oleh tiap organisasi tersebut, job design harus mampu mengakomodir kebutuhan individu dan organisasi dan mampu mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Bahasan Artikel New Model of Job Design (www.scribd.com)
Job design dikaji dikaji melalui pendekatan scientific management. Atau terngiang satu tambahan kata saja di depan job design.efisiensi job design.
Dalam mencapai efisiensi yang tinggi seorang tenaga kerja dituntut untuk menguasai pekerjaannya. Bagaimana bisa si A mengurangi biaya produksi sepatu andai beliau tidak menguasai bagaimana cara memproduksi sepatu. Minimalisasi atau efisiensi job design diperoleh bila tenaga kerja yang bersangkutan hanya menangani suatu jenis pekerjaan tertentu dan tidak berganti. Ini berarti dilakukan spesialisasi tenaga kerja untuk setiap jenis pekerjaan. Seperti si B, yang hanya bekerja menangani administrasi kredit. Dengan spesialisasi pekerja dapat mengenal benar tugasnya sehingga memberikan output lebih baik dan tingkat kesalahan yang minimal. (id.shvoong.com)
Pengertian
¨ Desain pekerjaan (job design)adalah fungsi penetapan kegiatan kerja seorang atau sekelompok karyawan secara organisasional.
¨ Tujuannya untuk mengatur penugasan kerja supaya dapat memenuhi kebutuhan organisasi.
Elemen-elemen desain pekerjaan
¨ Elemen organisasional
- Pendekatan mekanistik
- Aliran kerja
- Praktek-praktek kerja
¨ Elemen lingkungan
- Kemampuan dan ketersediaan karyawan
- Pengharapan sosial
¨ Elemen keperilakuan
- Otonomi
- Variasi
- Identitas tugas
- Umpan balik
3. Trade-offs keperilakuan dan efisiensi
¨ Produktifitas versus SpesialisasiImplikasi Job Enrichment
Implikasi Job Enrichment

Sukses tidaknya suatu organisasi sangat tergantung dari kualitas sumber daya manusia yang dimiliki karena sumber daya manusia yang berkualitas adalah sumber daya manusia yang mampu berprestasi maksimal. Kepuasan kerja mempunyai peranan penting terhadap prestasi kerja karyawan, ketika seorang karyawan merasakan kepuasan dalam bekerja maka seorang karyawan akan berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimiliki untuk menyelesaikan tugasnya, yang akhirnya akan menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik bagi perusahaan.

Kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap produktivitas organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Ketidakpuasan merupakan titik awal dari masalah-masalah yang muncul dalam organisasi seperti kemangkiran, konflik manager-pekerja dan perputaran karyawan. Dari sisi pekerja, ketidakpuasan dapat menyebabkan menurunnya motivasi, menurunnya moril kerja, dan menurunnya tampilan kerja baik.

Oleh sebab itu pemimpin suatu organisasi perusahaan dituntut untuk selalu mampu menciptakan kondisi yang mampu memuaskan karyawan dalam bekerja sehingga diperoleh karyawan yang tidak hanya mampu bekerja akan tetapi juga bersedia bekerja kearah pencapaian tujuan perusahaan. Mengingat perusahaan merupakan organisasi bisnis yang terdiri dari orang-orang, maka pimpinan seharusnya dapat menyelaraskan antara kebutuhan-kebutuhan individu dengan kebutuhan organisasi yang dilandasi oleh hubungan manusiawi (Robbins, 2001:18). Sejalan dengan itu diharapkan seorang pimpinan mampu memotivasi dan menciptakan kondisi sosial yang menguntungkan setiap karyawan sehingga tercapai kepuasan kerja karyawan yang berimplikasi pada meningkatnya produktivitas kerja karyawan.

PENDEKATAN PERLUASAN TUGAS (JOB ENRICHMENT APPROACHES)

Suatu tugas mengandung arti penting yang meliputi antara lain: pencapaian keberhasilan, lingkup wewenang dan tanggung jawab, yang merupakan faktor internal potensi kepuasan kerja. Sedangkan faktor eksternal antara lain seperti: supervise, upah, dan kondisi lingkungan pekerjaan, adalah yang merupakan potensi ketidakpuasan kerja.Kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja bukan merupakan dua hal yang berlawanan tetapi merupakan kondisi yang mempunyai ukuran tersendiri.Oleh karena itu, perbaikan pada faktor luar misalnya upah mungkin saja akan mengurangi ketidakpuasan kerja tetapi belum tentu meningkatkan kepuasan seorang pekerja. Kepuasan pekerja akan dapat diperoleh dengan memperbaiki faktor internal seperti peningkatan motivasi, yang dapat dilakukan dengan jalan pendekatan perluasan tugas atau pendekatan job enrichment.

Job enrichment adalah memperluas rancangan tugas untuk memberi arti lebih dan memberikan kepuasan kerja dengan cara melibatkan pekerja dengan pekerjaan perencanaan, penyelenggaraan organisasi dan pengawasan pekerjaan sehingga job enrichment bertujuan untuk menambah tanggung jawab dalam pengambilan keputusan, menambah hak otonomi dan wewenang merancang pekerjaan dan memperluas wawasan kerja.
Job enrichment dapat meningkatkan otonomi seseorang dalam mengatur pekerjaannya. Misalnya seorang petugas di dalam melakukan pekerjaannya sebelum diatur oleh suatu prosedur yang ketat, di mana dia tidak di berikan wewenang atau hak untuk memilih metode yang dia anggap paling efektif, untuk memilih bahan-bahan yang di butuhkan, atau untuk mengatur pekerjaannya. Perubahan ini akan memberikan tantangan yang lebih besar bagi dia dan diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kerja dan produktifitasnya.
Dimensi Utama Kondisi Psikologis kritis Hasil Kerja Karyawan
Skill Varity Experience meaningfullnes/ Motivasi kerja tinggi
Task Identity Pemahaman Kinerja berkualitas.


Task Significance

Otonomi Tanggung Jawab/ Responsibility Rendahnya tingkat
Ketidakhadiran & pindah kerja
Feed back/ Pengetahuan Kepuasan terhadap kerja
Umpan balik Introspeksi kinerja tinggi
Menurut teori karakteristik pekerjaan ini, sebuah pekerjaan dapat melahirkan tiga kondisi psikologis yang kritis dalam diri seorang karyawan yakni:

Para pekerja menerima dan menyadari bahwa pekerjaan merupakan hal penting dan bernilai dari sebuah system. (Experienced meaningfullness)
Mengalami makna kerja, dan pengetahuan akan hasil kerja. (Knowledge of result)
Tanggung jawab pekerja akan memberikan hasil pekerjaan yang baik. (Responsibility)
Semakin baik pengalaman kondisi psikologi kritis seseorang tersebut maka karyawan semakin termotivasi untuk melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik dan puas terhadap pekerjaannya.

Ketiga kondisi psikologis yang kritis tersebut di atas disebabkan karena lima dimensi tugas utama yang tercakup dalam arti penting sebuah pekerjaan. Menurut Munandar (2001:357) ada lima ciri-ciri intrinsik pekerjaan (dimensi utama) antara lain:

1. Keragaman ketrampilan (skill variety)

Banyaknya ketrampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam ketrampilan yang digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan.
Misalnya, seorang salesman diminta untuk memikirkan dan menggunakan cara menjual yang berbeda, display (etalase) yang berbeda, cara yang lebih baik untuk melakukan pencatatan penjualan.

2. Jati diri tugas (task identity)

Tingkat sejauh mana penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan dapat dilihat hasilnya dan dapat dikenali sebagai hasil kinerja seseorang. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri menimbulkan rasa tidak puas. Misalnya, seorang salesman diminta untuk membuat catatan tentang penjualan dan konsumen, kemudian mempunyai dan mengatur display sendiri.

3. Tugas yang penting (task significance)

Tingkat sejauh mana pekerjaan mempunyai dampak yang berarti bagi kehidupan orang lain, baik orang tersebut merupakan rekan sekerja dalam suatu perusahaan yang sama maupun orang lain di lingkungan sekitar. Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja. Misalnya, sebuah perusahaan alat-alat rumah tangga ingin mengeluarkan produk panci baru. Para karyawan diberikan tugas untuk mencari kriteria seperti apa panci yang sangat dibutuhkan oleh ibu-ibu masa kini. (tugas tersebut memberikan kepuasan tersendiri bagi karyawan karena hasil kerjanya nanti secara langsung akan memberi manfaat kepada pelanggan)

4. Otonomi

Tingkat kebebasan pemegang kerja, yang mempunyai pengertian ketidaktergantungan dan keleluasaan yang diperlukan untuk menjadwalkan pekerjaan dan memutuskan prosedur apa yang akan digunakan untuk menyelesaikannya. Pekerjaan yang memberi kebebasan, ketidaktergantungan dan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan kerja. Misalnya, seorang manager mempercayai salah satu karyawan untuk memperebutkan tender dari klien. Karyawan tersebut menggunakan ide dan caranya sendiri untuk menarik perhatian klien . Karyawan diberi kebebasan untuk mengatur sendiri waktu kerja dan waktu istirahat.

5. Umpan balik (feed back)

Memberikan informasi kepada para pekerja tentang hasil pekerjaan sehingga para pekerja dapat segera memperbaiki kualitas dan kinerja pekerjaan.Misalnya, dalam menjual produk salesman didorong untuk mencari sendiri informasi, baik dari atasan maupun dari bagian bagian lain, mengenai segala hal yang berkaitan dengan jabatannya serta meminta pendapat konsumen tentang barang barang yang dijual, pelayanan, dll.
Jadi kondisi psikologis kritis karyawan yang muncul karena adanya dimensi utama dalam tugas akan mempengaruhi hasil kerja karyawan yang telah termotivasi secara internal. Berhasil atau tidaknya hasil kerja dalam job enrichment tergantung oleh kekuatan kayawan untuk berkembang dan berpikir positif.
Implikasi Job Enrichment terhadap Produktifitas Pekerja

v Efisiensi ditentukan oleh beberapa aspek organisasi kerja dan rancangan pekerjaan (Spesialisasi, penyederhanaan, tata urutan, keseimbangan beban kerja dan mekanisasi)
Efisiensi akan berkurang pada saat pekerjaan menjadi lebih rumit, kurang terspesialisasi dan kurang mekanis.
Efisiensi akan meningkat pada saat ada sejumlah pengurangan spesialisasi.
v Efek job enrichment terhadap produktifitas di tentukan, apakah efisiensi meningkat atau berkurang, dan sejauh mana penurunan efisiensi dibarengi dengan kecepatan kerja para karyawan.
v Efektifitas Job Enrichment ditentukan oleh karakteristik para pekerja yang pekerjaannya dirancang kembali.
Pekerjaan yang diperkaya dapat memotivasi secara intrinsik pada pekerja yang memiliki kebutuhan yang kuat terhadap keberhasilan dan kemandirian.
Program Job Enrichment lebih berhasil jika dikenakan pada pekerja yang tidak takut terhadap tanggung jawab baru dan yang menganggap penting bekerja keras untuk mencapai keberhasilan pribadi dalam lingkungan kerjanya.


¨ Kepuasan kerja versus Spesialisasi
¨ Proses belajar versus Spesialisasi
¨ Perputaran karyawan versus Spesialisasi
4. Teknik job re-design
¨ Simplifikasi pekerjaan
¨ Perluasan pekerjaan

Teori-Teori Leadership

Leadership: Teori Kepemimpinan
Kreiner menyatakan bahwa leadership adalah proses mempengaruhi orang lain yang mana seorang pemimpin mengajak anak buahnya secara sekarela berpartisipasi guna mencapai tujuan organisasi.
Sedangkan Hersey menambahkan bahwa leadership adalah usaha untuk mempengaruhi individual lain atau kelompok. Seorang pemimpin harus memadukan unsur kekuatan diri, wewenang yang dimiliki, ciri kepribadian dan kemampuan sosial untuk bisa mempengaruhi perilaku orang lain.
Genetic Theory
Pemimpin adalah dilahirkan dengan membawa sifat-sifat kepemimpinan dan tidak perlu belajar lagi. Sifat utama seorang pemimpin diperoleh secara genetik dari orang tuanya.
Traits theory
Teori ini menyatakan bahwa efektivitas kepemimpinan tergantung pada karakter pemimpinnya. Sifat-sifat yang dimiliki antara lain kepribadian, keunggulan fisik, dan kemampuan sosial. Karakter yang harus dimiliki seseorang manurut judith R. Gordon mencakup kemampuan istimewa dalam:
- Kemampuan Intelektual
- Kematangan Pribadi
- Pendidikan
- Statuts Sosial Ekonomi
- Human Relation
- Motivasi Intrinsik
- Dorongan untuk maju
Ronggowarsito menyebutkan seorang pemimpin harus memiliki astabrata, yakni delapan sifat unggul yang dikaitkan dengan sifat alam seperti tanah, api, angin, angkasa, bulan, matahari, bintang.
Behavioral Theory
Karena ketyerbatasan peramalan efektivitas kepemimpinan melalui trait, para peneliti mulai mengembangkan pemikiran untuk meneliti perilaku pemimpin sebagai cara untuk meningkatkan efektivitas kepemimpinan. Konsepnya beralih dari siapa yang memiliki memimpin ke bagaimana perilaku seorang untuk memimpin secara efektif.
a. Authoritarian, Democratic & Laissez Faire
Penelitian ini dilakukan oleh Lewin, White & Lippit pada tahun 1930 an. Mereka mengemukakan 3 tipe perilaku pemimpin, yaitu authoritarian yang menerapkan kepemimpinan otoriter, democratic yang mengikut sertakan bawahannya dan Laissez – Faire yang menyerahkan kekuasaannya pada bawahannya.
b. Continuum of Leadership behavior.
Robert Tannenbaum dan Warren H Schmidt memperkenalkan continnum of leadership yang menjelaskan pembagian kekuasaan pemimpin dan bawahannya. Continuum membagi 7 daerah mulai dari otoriter sd laissez – faire dengan titik dengan demokratis.
c. Teori Employee Oriented and Task Oriented Leadership – Leadership style matrix.
Konsep ini membahas dua orientasi kepemimpinan yaitu
- Kepemimpinan yang berorientasi pada pekerjaan dimana perilaku pemimpinnya dalam penyelesaiannya tugasnya memberikan tugas, mengatur pelaksanaan, mengawasi dan mengevaluasi kinerja bawahan sebagai hasil pelaksanaan tugas.
- Kepemimpinan yang berorientasi pada pegawai akan ditandai dengan perilaku pemimpinnya yang memandang penting hubungan baik dan manusiawi dengan bawahannya.
Pembahasan model ini dikembangkan oleh ahli psikologi industri dari Ohio State University dan Universitas of Michigan. Kelompok Ohio mengungkapkan dua dimensi kepemimpinan, yaitu initiating structure yang berorientasi pada tugas dan consideration yang berorientasi pada manusia. Sedangkan kelompok Michigan memakai istilah job-centered dan employee-centered.
d. The Managerial Grid
Teori ini diperkenalkan oleh Robert R.Blake dan Jane Srygley Mouton dengan melakukan adaptasi dan pengembangan data penelitian kelompok Ohio dan Michigan.
Blake & Mouton mengembangkan matriks yang memfokuskan pada penggambaran lima gaya kepemimpinan sesuai denan lokasinya.
Dari teori-teori diatas dapatlah disimpulkan bahwa behavioral theory memiliki karakteristik antara lain:
- Kepemimpinan memiliki paling tidak dua dimensi yang lebih kompleks dibanding teori pendahulunya yaitu genetik dan trait.
- Gaya kepemimpinan lebih fleksibel; pemimpin dapat mengganti atau memodifikasi orientasi tugas atau pada manusianya sesuai kebutuhan.
- Gaya kepemimpinan tidak gifted tetapi dapat dipelajari
- Tidak ada satupun gaya yang paling benar, efektivitas kepemimpinan tergantung pada kebutuhan dan situasi
Situational Leadership
Pengembangan teori ini merupakan penyempurnaan dari kelemahan-kelemahan teori yang ada sebelumnya. Dasarnya adalah teori contingensi dimana pemimpin efektif akan melakukan diagnose situasi, memilih gaya kepemimpinan yang efektif dan menerapkan secara tepat.
Empat dimensi situasi secara dinamis akan memberikan pengaruh terhadap kepemimpinan seseorang.
- Kemampuan manajerial : kemampuan ini meliputi kemampuan sosial, pengalaman, motivasi dan penelitian terhadap reward yang disediakan oleh perusahaan.
- Karakteristik pekerjaan : tugas yang penuh tantangan akan membuat seseorang lebih bersemangat, tingkat kerjasama kelompok berpengaruh efektivitas pemimpinnya.
- Karakteristik organisasi : budaya organisasi, kebijakan, birokrasi merupakan faktor yang berpengaruh pada efektivitas pemimpinnya.
- Karakteristik pekerja : kepribadian, kebutuhan, ketrampilan, pengalaman bawahan akan berpengaruh pada gaya memimpinnya.
a. Fiedler Contingency model
Model ini menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling efektif tergantung pada situasi yang dihadapi dan perubahan gaya bukan merupakan suatu hal yang sulit.
Fiedler memperkenalkan tiga variabel yaitu:
- task structure : keadaan tugas yang dihadapi apakah structured task atau unstructured task
- leader-member relationship : hubungan antara pimpinan dengan bawahan, apakah kuat (saling percaya, saling menghargai) atau lemah.
- Position power : ukuran aktual seorang pemimpin, ada beberapa power yaitu:
legitimate power : adanya kekuatan legal pemimpin
reward power : kekuatan yang berasal imbalan yang diberikan pimpinan
coercive power : kekuatan pemimpin dalam memberikan ancaman
expert power : kekuatan yang muncul karena keahlian pemimpinnya
referent power : kekuatan yang muncul karena bawahan menyukai pemimpinnya
information power : pemimpin mempunyai informasi yang lebih dari bawahannya.
b. Model kepemimpinan situasional ‘Life Cycle’
Harsey & Blanchard mengembangkan model kepemimpinan situasional efektif dengan memadukan tingkat kematangan anak buah dengan pola perilaku yang dimiliki pimpinannya.
Ada 4 tingkat kematangan bawahan, yaitu:
bawahan tidak mampu dan tidak mau atau tidak ada keyakinan
bawahan tidak mampu tetapi memiliki kemauan dan keyakinan bahwa ia bisa
bawahan mampu tetapi tidak mempunyai kemauan dan tidak yakin
bawahan mampu dan memiliki kemauan dan keyakinan untuk menyelesaikan tugas.
Ada 4 gaya yang efektif untuk diterapkan yaitu:
- telling, pemimpin memberi instruksi dan mengawasi pelaksanaan tugas dan kinerja anak buahnya.
- selling, pemimpin menjelaskan keputusannya dan membuka kesempatan untuk bertanya bila kurang jelas.
- participating, pemimpin memberikan kesempatan untuk menyampaikan ide-ide sebagai dasar pengambilan keputusan.
- delegating, pemimpin melimpahkan keputusan dan pelaksanaan tugas kepada bawahannya.
Teori Kepemimpinan
Kajian Teori Kepemimpinan pada hakekatnya untuk menjawab :
a. Why Individual become leaders ?
b. Why Leaders are more effective than others ?

Dalam hubungan ini dapat dikemukakan beberapa teori kepemimpinan sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli.


A. Teori Timbulnya Kepemimpinan

Di antara berbagai teori yang menjelaskan sebab-sebab timbulnya kepemimpinan terdapat tiga teori yang menonjol, yaitu :
1. Teori Keturunan (Heriditary Theory)
2. Teori Kejiwaan (Psychological Theory)
3. Teori Lingkungan (Ecological Theory)

Masing – masing teori dapat dikemukakan secara singkat :

1. Teori Keturunan
Inti daripada teori ini, ialah :
a. Leaders are born not made.
b. Seorang pemimpin menjadi pemimpin karena bakat – bakat yang dimiliki sejak dalam kandungan.
c. Seorang pemimpin lahir karena memamng ditakdirkan. Dalam situasi apapun tetap muncul menjadi pemimpin karena bakat-bakatnya.

2. Teori Kejiwaan.
a. Leaders are made and not born.
b. Merupakan kebalikan atau lawan dari teori keturunan.
c. Setiap orang bias menjadi pemimpin melalui proses pendidikan dan pengalaman yang cukup.

3. Teori Ekologis
a. Timbul sebagai reaksi terhadap teori genetis dan teori social.
b. Seseorang hanya akan berhasil menjadi seorang pemimpin, apabila pada waktu ahir telah memiliki bakat, dan bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui proses pendidikan yang teratur dan pengalaman.
c. Teori ini memanfaatkan segi-segi positif teori genetis dan teori social.
d. Teori yang mendekati kebenaran.


B. Teori Kepemimpinan Berdasarkan Sifat

Di tinjau dari segi sejarah, pemimpin atau kepemimpinan lahir sejak nenek moyang, sejak terjadinya hubungan kerjasama atau usaha bersama antara manusia yang satu dengan dengan manusia yang lain untuk menjapai tujuan bersama yang telah ditetapkan. Jadi kepemimpinan lahir bersama – sama timbulnya peradaban manusia.

• Machiavelli
Ia terkenal tentang nasehatnya mengenai kebijaksanaan yang harus dimiliki oleh seorang Perdana Mentri, yaitu antara lain harus mempunyai keahlian dalam :
a. Upacara – upacara ritual, kebaktian keagamaan
b. Peratuaran dan perundang – undangan
c. Pemindahan dan pengangkutan
d. Pemberian honorium/pembayaran dan kepangkatan
e. Upacara – upacara dan adat kebiasaan.
f. Pemindahan pegawai untuk menhindarkan kegagalan
g. Bertani dan pekerjaan lainnya.

• Empuh Prapanca dengan bukunya yang terkenal Negara Kertagama menyebut 15 sifat yang baik yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yaitu:
a. Wijana, sikap bijaksana
b. Mantri wira, sebagai pembela negara sejati
c. Wicaksaning naya, bijaksana dalam arti melihat masa lalu, kemampuan analisa, mengambil keputusan dengan cepat dan tepat.
d. Matanggwan, mendapat kepercayaan yang tinggi dari yang dipimpinnya.
e. Satya bakti haprabu, setia dan bakati kepada atasan (loyalitas).
f. Wakjana, pandai berpidato dan berdiplomasi.
g. Sajjawopasama, tidak sombong, rendah hati, manusiawi.
h. Dhirrottsaha, bersifat rajin sungguh- sungguh kreatif dan penuh inisiatif.
i. Tan-lalana, bersifat gembira, periang.
j. Disyacitra, Jujur terbuka.
k. Tancatrisan, tidak egoistis.
l. Masihi Samastha Bhuwana, bersifat penyayang, cinta alam.
m. Ginong Pratidina, tekun menegakkan kebenaran.
n. Sumantri, sebagai abdi negara yang baik.
o. Ansyaken musuh, mampuh memusnakan setiap lawan.

• Ajaran Hasta Brata.
Hasta Bhrata (delapan pedoman pilihan) yang terdapat dalam kitab Ramayana berisi sifat - sifat positif sebagai pedoman bagi setiap pemimpin adalah :
a. Sifat matahari (surya) Yaitu:
- Menerangi dunia dan memberi kehidupan pada semua mahluk.
- Menjadi penerang selurah rakyat.
- Jujur dan rajin bekerja sehingga negara aman dan sentosa.
b. Sifat bulan (candra) yaitu:
- Memberi penerangan terhadap rakyat yang sedang dalam kegelapan (kesulitan)
- Menerangkan perasaan dan melindungi rakyat sehingga terasa tentram untuk menjalankan tugas masing- masing.
c. Sifat Bintang (kartika) yaitu:
- Menjadi pusat pandangan sumber susila dan budaya, dan menjadi suri tauladan
d. Sifat Awan yaitu :
- Dapat menciptakan kewibawaan
- Tindakan mendorong agar rakyat tetap taat.
e. Sifat Bumi yaitu:
- Ucapanya sederhana.
- Teguh, dan kokoh pendiriannya.
f. Sifat Samudera,yaitu:
- mempunyai pandangan yang luas
- membuat rakyat seia sekata.
g. Sifat Api (Agni) yaitu:
- Menghukum siapa saja yang bersalah tanpa pandang bulu.
h. Sifat Angin (Bayu) yaitu :
- terbuka dan tidak ragu – ragu terhadap semua masalah.
- Bersikap adil terhadap siapa pun.

• The Traits and abilities Theory yang dikemukakan oleh stogdill dengan menekan pada kwalitas individu dan terdapat relevansi yang erat antara sifat dan kepemimpinan (capacity, status, participation, responsibility,achievement).


C. Teori Kepemimpinan Berdasarkan Tingkah Laku

Dengan memusatkan pada ciri-ciri dan gaya yang dimiliki oleh setiap pemimpin yang bersangkutan, mereka yakin akan berhasil dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya. Sehingga gaya dan ciri-ciri tersebut akan menimbulkan berbagai tipe.

Ada beberapa tipe kepemimpinan.
1. Tipe Otoriter
Tipe ini mempunyai sifat-sifat:
a. Semua kebijaksanaan ditentukan oleh pemimpin
b. Organisasi dianggap milik pribadi pemimpin
c. Segala tugas dan pelaksanaannya ditentukan oleh pemimpin .
d. Kurang ada partisipasi dari bawahan .
e. Tidak menerima kritik, saran dan pendapat bawahan .

2. Tipe Demokratis
a. Semua kebijaksanaan dan keputusan dilakukan sebagai hasil diskusi dan musyawarah .
b. Kebijaksanaan yang akan dating ditentukan melalui musyawarah dan diskusi.
c. Anggota kelompok, bebas bekerjasama dengan anggota yang lain, dan berbagai tugas diserahkan kepada kelompok .
d. Kritik dan pujian bersifat objektif dan berdasarkan fakta-fakta .
e. Pemimpin ikut berpartisipasi dalam kegiatan sebagai anggota biasa .
f. Mengutamakan kerjasama .

3. Tipe Semuanya
a. Kebebasan diberikan sepenuhnya kepada kelompok atau perseorangan di dalam pengambilan kebijaksanaan maupun keputusan .
b. Pemimpin tidak terlibat dalam musyawarah kerja .
c. Kerjasama antara anggota tanpa campur tangan pemimpin .
d. Tidak ada kritik, pujian atau usaha mengatur kegiatan pemimpin .
Di samping ketiga gaya kepemimpinan diatas Sondang P.Siagian, MPA.,Ph.D. mengemukakan tipe pemimpin yang lain, ialah:

4. Tipe Militeristis
a. Lebih sering mempergunakan perintah terhadap bawahan .
b. Perintah terhadap bawahan sangat tergantung pada pangkat dan jabatan .
c. Menyenangi hal-hal yang bersifat formal .
d. Sukar menerima kritik .
e. Menggemari berbagai upacara .

5. Tipe Paternalistik
a. Bersikap melindungi bawahan .
b. Bawahan dianggap manusia yang belum dewasa .
c. Jarang ada kesempatan pada bawahan untuk mengambil inisiatif .
d. Bersikap maha tahu .

6. Tipe Karismatis
a. Mempunyai daya tarik yang besar, oleh karenanya mempunyai pengikut yang besar .
b. Daya tarik yang besar tersebut kemungkinan disebabkan adanya kekuatan gaib (supernature) .

Disamping teori yang telah dikemukakan diatas, ada teori lain yang Dikemukakan oleh W.J. Reddin dalam artikelnya yang berjudul “What Kind of Manager”.
Ada tiga pola dasar yang dapat dipakai untuk menentukan watak atau tipe seorang pemimpin. Ketiga pola dasar tersebut :
1. Berorientasi tugas (task orientation).
2. Berorientasi pada hubungan kerja (Relationship orientation).
3. Berorientasi pada hasil (effectiveness orientation).

Berdasarkan sedikit banyaknya orientasi atau penekanan ketiga hal diatas pada diri seorang pemimpin akan dapat ditentukan delapan tipe pemimpin masing-masing ialah:
1. Deserter
2. Bureaucrat
3. Missionary
4. Developer
5. Autocrat
6. Benevolent autocrat
7. Compromiser
8. Executive
Teori Kepemimpinan (Leadership)
Apr 14, '08 12:15 AM
for everyone

A. Pengertian dan Unsur - Unsurnya
Kepemimpinan adalah suatu kegiatan mempengaruhi orang lain agar orang tersebut mau bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kepemimpinan juga sering dikenal sebagai kemampuan untuk memperoleh konsensus anggota organisasi untuk melakukan tugas manajemen agar tujuan organisasi tercapai.

a. Menurut George Terry, Kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang lain agar mau bekerja dengan suka rela untuk mencapai tujuan kelompok.

b. Menurut Cyriel O'Donnell, kepemimpinan adalah mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai tujuan umum.

Dari dua pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan terdiri atas :
1. Mempengaruhi orang lain agar mau melakukan sesuatu.
2. Memperoleh konsensus atau suatu pekerjaan.
3. Untuk mencapai tujuan manajer.
4. Untuk memperoleh manfaat bersama.
Sehingga jika dilihat pada konteks kepemimpinan hal yang saling terkait adalah adanya unsur kader penggerak, adanya peserta yang digerakkan, adanya komunikasi, adanya tujuan organisasi dan adanya manfaat yang tidak hanya dinikmati oleh sebagian anggota.

B. Fungsi dan Tugas
Seorang pemimpin secara umum berfungsi sebagai berikut :
1. Mengambil keputusan
2. Mengembangkan informasi
3. Memelihara dan mengembangkan loyalitas anggota
4. Memberi dorongan dan semangat pada anggota
5. Bertanggungjawab atas semua aktivitas kegiatan
6. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan
7. Memberikan penghargaan pada anggota yang berprestasi

Sedangkan tugas kepemimpinan dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Yang berkaitan dengan kerja :
- Mengambil inisiatif
- Mengatur langkah dan arah
- Memberikan informasi
- Memberikan dukungan
- Memberi pemikiran
- Mengambil suatu kesimpulan
b. yang berkaitan dengan kekompakan anggota :
- Mendorong, bersahabat, bersikap menerima
- Mengungkapkan perasaan
- Bersikap mendamaikan
- Berkemampuan mengubah dan menyesuaikan pendapat
- Memperlancar pelaksanaan tugas
- Memberikan aturan main


C. Level dan Keterampilan Yang Perlu Dimiliki
Kepemimpinan dibagi menjadi sebagai berikut :
1. Level Top Leader/Top Management
Pimpinan puncak, misalnya, direktur utama. Melakukan tugas yang bersifat konseptual.
Misalnya, melakukan perencanaan yang akan dilakukan seluruh anggota.
2. Level Middle Leader/Middle Management
Golongan menengah, misalnya, staf produksi, manajer keuangan. Melakukan tugas konseptual sebagai penjabaran dari top management, juga melakukan pekerjaan tersebut. Penguasaan
teknis relatif penting.
3. Lower Leader/Lower Management
Golongan bawah, misalnya, supervisor, mandor dan pelaksana teknis. Harus menguasai teknis
walaupun secara konseptual tidak begitu penting.

D. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan secara umum dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Orientasi pekerjaan (task oriented)
2. Orientasi kekompakan (human oriented)
Dari dua gaya kepemimpinan tersebut berkembang gaya kepemimpinan yang lain seperti :
- Gaya kekompakan tinggi, kerja rendah
- Gaya kerja tinggi, kekompakan rendah
- Gaya kerja tinggi, kekompakan tinggi
- Gaya kerja rendah, kekompakan rendah

E. Persyaratan Ideal Bagi Pimpinan
Menurut George R. Terry, pemimpin harus memiliki ciri sebagai berikut :
1. Mental dan fisik yang energik
2. Emosi yang stabil
3. 3.Pengetahuan human relation yang baik
4. Motivasi personal yang baik
5. Cakap berkomunikasi
6. Cakap untuk mengajar, mendidik dan mengembangkan bawahan
7. Ahli dalam bidang sosial
8. Berpengetahuan luas dalam hal teknikal dan manajerial

Menurut Horold Koontz dan Cyrel O'Donnel, ciri-ciri pemimpin yang baik adalah :
a. Tingkat kecerdasan yang tinggi
b. Perhatian terhadap keseluruhan kepentingan
c. Cakap berbicara
d. Matang dalam emosi dan pikiran
e. Motivasi yang kuat
f. Penghayatan terhadap kerja sama